UU yang Mengatur Kewenangan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Wilayah Udara Pegawai Sipil

UU yang Mengatur Kewenangan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Wilayah Udara Pegawai Sipil

Posted on

Pelanggaran wilayah udara adalah tindakan yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh negara terkait penggunaan dan pemanfaatan wilayah udara. Pelanggaran tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk pegawai sipil. Untuk menangani pelanggaran wilayah udara yang dilakukan oleh pegawai sipil, diperlukan aturan yang jelas dan tegas.

UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menjadi dasar hukum yang mengatur kewenangan penyidikan terhadap pelanggaran wilayah udara pegawai sipil. Pasal 383 ayat (1) menyatakan bahwa penyidikan terhadap pelanggaran wilayah udara oleh pegawai sipil dilakukan oleh pejabat yang berwenang.

Pejabat yang dimaksud adalah pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran wilayah udara, baik oleh pegawai sipil maupun oleh pihak lain. Pejabat tersebut terdiri dari:

  • Direktur Jenderal Perhubungan Udara
  • Kepala Kantor Wilayah Kementerian Perhubungan
  • Kepala Kantor Cabang Kementerian Perhubungan
  • Pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri Perhubungan

Kewenangan penyidikan terhadap pelanggaran wilayah udara oleh pegawai sipil tersebut mencakup tindakan penghentian sementara terhadap pesawat udara, penyitaan dokumen penerbangan, pencegahan keberangkatan, dan penyitaan barang bukti yang terkait dengan pelanggaran.

Baca Juga:  Setujukah Kalian dengan Program Pemerintah Tersebut?

Prosedur Penyidikan Pelanggaran Wilayah Udara oleh Pegawai Sipil

Prosedur penyidikan pelanggaran wilayah udara oleh pegawai sipil diatur dalam Pasal 384 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Menurut pasal tersebut, prosedur penyidikan tersebut dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah:

  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
  • Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi
  • Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2010 tentang Penyidikan dan Penuntutan dalam Rangka Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Prosedur penyidikan tersebut dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip hukum acara pidana, yaitu:

Sanksi Pelanggaran Wilayah Udara oleh Pegawai Sipil

Sanksi pelanggaran wilayah udara oleh pegawai sipil diatur dalam Pasal 406 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Menurut pasal tersebut, pegawai sipil yang melakukan pelanggaran wilayah udara dapat dikenakan sanksi administratif berupa:

  • Pencabutan atau penangguhan izin penerbangan
  • Pencabutan atau penangguhan izin pendirian maskapai penerbangan
  • Pembayaran denda
  • Larangan untuk melakukan kegiatan penerbangan selama jangka waktu tertentu
Baca Juga:  Bagaimana Peran Lembaga Keuangan Bank dalam Memenuhi Kebutuhan Masyarakat?

Sanksi administratif tersebut dikenakan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara atau pejabat yang ditunjuk. Selain sanksi administratif, pegawai sipil yang melakukan pelanggaran wilayah udara juga dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara dan/atau denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kesimpulan

UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menjadi dasar hukum yang mengatur kewenangan penyidikan terhadap pelanggaran wilayah udara pegawai sipil. Pejabat yang berwenang untuk melakukan penyidikan tersebut terdiri dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Perhubungan, Kepala Kantor Cabang Kementerian Perhubungan, dan pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri Perhubungan.

Prosedur penyidikan pelanggaran wilayah udara oleh pegawai sipil dilakukan dengan tata cara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi pelanggaran wilayah udara oleh pegawai sipil dapat berupa sanksi administratif berupa pencabutan atau penangguhan izin penerbangan, pembayaran denda, dan larangan untuk melakukan kegiatan penerbangan selama jangka waktu tertentu, serta sanksi pidana berupa penjara dan/atau denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pos Terkait:
Baca Juga:  Masyarakat Ekonomi ASEAN: Latar Belakang, Tujuan dan Manfaatnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *