Uraikan Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Mata Uang Asing

Uraikan Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Mata Uang Asing

Posted on

Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian Indonesia. Nilai tukar rupiah menunjukkan seberapa banyak rupiah yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang asing, seperti dolar Amerika Serikat (AS), euro, yen, yuan, dan lain-lain. Nilai tukar rupiah juga mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar internasional, inflasi, neraca pembayaran, dan pertumbuhan ekonomi.

Nilai tukar rupiah tidak tetap, melainkan berfluktuasi sesuai dengan kondisi pasar valuta asing (valas). Pasar valas adalah tempat pertemuan antara penawaran dan permintaan mata uang asing. Penawaran mata uang asing berasal dari eksportir, investor asing, pemerintah, dan bank sentral yang menjual mata uang asing. Permintaan mata uang asing berasal dari importir, investor domestik, pemerintah, dan bank sentral yang membeli mata uang asing.

Nilai tukar rupiah akan menguat jika penawaran mata uang asing lebih besar dari permintaannya. Sebaliknya, nilai tukar rupiah akan melemah jika permintaan mata uang asing lebih besar dari penawarannya. Namun, penawaran dan permintaan mata uang asing tidak hanya ditentukan oleh faktor ekonomi, melainkan juga oleh faktor politik, sosial, budaya, dan psikologis. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing:

Faktor Tingkat Inflasi

Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus. Inflasi dapat mengurangi daya beli masyarakat dan menurunkan nilai mata uang lokal. Secara umum, negara dengan inflasi yang rendah secara konsisten akan melihat nilai mata uangnya menguat terhadap mata uang lainnya. Sebaliknya, negara dengan inflasi yang tinggi secara konsisten akan melihat nilai mata uangnya melemah terhadap mata uang lainnya.

Baca Juga:  Jelaskan Mengenai Efisiensi dalam Prinsip Kebijakan Sistem Pembayaran

Hal ini karena inflasi yang rendah menunjukkan stabilitas harga dan daya saing produk di pasar internasional. Inflasi yang rendah juga menarik minat investor asing untuk menanamkan modal di negara tersebut. Sebaliknya, inflasi yang tinggi menunjukkan ketidakstabilan harga dan daya saing produk yang rendah di pasar internasional. Inflasi yang tinggi juga mengurangi minat investor asing untuk menanamkan modal di negara tersebut.

Faktor Perbedaan Suku Bunga

Suku bunga adalah biaya pinjaman atau imbal hasil investasi dalam bentuk persentase per tahun. Suku bunga dapat mempengaruhi nilai tukar mata uang melalui mekanisme arus modal antarnegara. Secara umum, negara dengan suku bunga yang tinggi akan melihat nilai mata uangnya menguat terhadap mata uang lainnya. Sebaliknya, negara dengan suku bunga yang rendah akan melihat nilai mata uangnya melemah terhadap mata uang lainnya.

Hal ini karena suku bunga yang tinggi menawarkan imbal hasil investasi yang lebih besar bagi investor. Suku bunga yang tinggi juga menunjukkan kebijakan moneter yang ketat untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi. Suku bunga yang tinggi akan meningkatkan permintaan mata uang lokal oleh investor asing yang ingin menanamkan modal di negara tersebut. Sebaliknya, suku bunga yang rendah menawarkan imbal hasil investasi yang lebih kecil bagi investor. Suku bunga yang rendah juga menunjukkan kebijakan moneter yang longgar untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan mengatasi resesi. Suku bunga yang rendah akan menurunkan permintaan mata uang lokal oleh investor asing yang ingin menanamkan modal di negara tersebut.

Baca Juga:  10 Manfaat Perdagangan Internasional Bagi Perekonomian Indonesia

Faktor Akun Defisit Berjalan

Akun defisit berjalan adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran devisa dari transaksi perdagangan barang dan jasa, pendapatan faktor produksi (seperti bunga dan dividen), dan transfer unilateral (seperti bantuan luar negeri) dalam suatu periode tertentu. Akun defisit berjalan mencerminkan neraca pembayaran suatu negara dengan negara lain.

Secara umum, negara dengan akun defisit berjalan yang besar akan melihat nilai mata uangnya melemah terhadap mata uang lainnya. Sebaliknya, negara dengan akun defisit berjalan yang kecil atau surplus akan melihat nilai mata uangnya menguat terhadap mata uang lainnya.

Hal ini karena akun defisit berjalan yang besar menunjukkan bahwa negara tersebut lebih banyak mengimpor barang dan jasa daripada mengekspornya. Akun defisit berjalan yang besar juga menunjukkan bahwa negara tersebut lebih banyak membayar devisa daripada menerima devisa dari transaksi lintas batas. Akun defisit berjalan yang besar akan meningkatkan permintaan mata uang asing oleh negara tersebut untuk membayar impor dan utang luar negeri. Sebaliknya, akun defisit berjalan yang kecil atau surplus menunjukkan bahwa negara tersebut lebih banyak mengekspor barang dan jasa daripada mengimpor barang dan jasa. Akun defisit berjalan yang kecil atau surplus juga menunjukkan bahwa negara tersebut lebih banyak menerima devisa daripada membayar devisa dari transaksi lintas batas. Akun defisit berjalan yang kecil atau surplus akan meningkatkan penawaran mata uang lokal oleh negara tersebut dari hasil ekspor dan investasi luar negeri.

Baca Juga:  Mengapa Para Tokoh dan Bangsa Indonesia Tidak Mempercayai Propaganda Jepang?

Faktor Utang Publik

Utang publik adalah jumlah pinjaman pemerintah dari dalam atau luar negeri untuk membiayai pengeluaran publik (seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, subsidi) atau untuk menutup defisit anggaran (selisih antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah) dalam suatu periode tertentu.

Secara umum, negara dengan utang publik yang tinggi akan melihat nilai mata uangnya melemah terhadap mata uang lainnya. Sebaliknya, negara dengan utang publik yang rendah akan melihat nilai mata uangnya menguat terhadap mata uang lainnya.

Hal ini karena utang publik yang tinggi menimbulkan risiko fiskal bagi negara tersebut. Risiko fiskal adalah kemungkinan bahwa pemerintah tidak mampu membayar kembali utangnya atau harus mencetak lebih banyak uang untuk membayar utangnya. Risiko fiskal dapat menyebabkan inflasi, krisis kepercayaan, penurunan peringkat kredit, atau bahkan default (gagal bayar). Risiko fiskal dapat mengurangi minat investor asing untuk menanamkan modal di negara tersebut atau bahkan menyebabkan arus keluar modal (capital flight). Risiko fiskal juga dapat meningkatkan permintaan pemerintah terhadap devisa untuk membayar utang luar negeri atau mencari pinjaman baru.

Sebaliknya, utang publik yang rendah menunjukkan kesehatan fiskal bagi negara tersebut. Kesehatan fiskal adalah kemampuan pemerintah untuk membayar kembali utangnya tanpa harus mencetak lebih banyak uang atau meningkatkan pajak

Pos Terkait: