Job order costing adalah metode akuntansi biaya yang digunakan oleh perusahaan untuk menghitung biaya produksi untuk setiap pesanan yang diterima. Meskipun metode ini efektif untuk mengukur biaya produksi, tetapi ada beberapa kerugian yang mungkin terjadi. Berikut adalah tujuh jenis kerugian produksi dalam job order costing dan dampaknya bagi perusahaan:
1. Overhead Cost yang Tidak Terhitung
Overhead cost merupakan biaya yang tidak dapat diatribusikan secara langsung ke setiap pesanan. Biaya ini umumnya terkait dengan penggunaan fasilitas dan peralatan di pabrik. Dalam job order costing, overhead cost dihitung dengan menggunakan tingkat overhead tertentu. Namun, jika overhead cost yang sebenarnya melebihi tingkat overhead yang dihitung, maka perusahaan akan mengalami kerugian karena biaya produksinya tidak terhitung secara akurat.
2. Kesulitan dalam Menghitung Biaya Bahan Baku
Bahan baku merupakan komponen utama dalam produksi barang. Dalam job order costing, biaya bahan baku dihitung dengan mengalikan jumlah bahan baku dengan harga per unit. Namun, jika harga bahan baku berubah secara signifikan selama produksi, maka perusahaan akan kesulitan untuk menghitung biaya produksinya secara akurat.
3. Kesulitan dalam Menghitung Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya yang terkait dengan upah para pekerja pabrik yang terlibat langsung dalam produksi barang. Dalam job order costing, biaya tenaga kerja langsung dihitung dengan mengalikan jumlah jam kerja dengan tarif upah per jam. Namun, jika tarif upah berubah selama produksi, maka perusahaan akan kesulitan untuk menghitung biaya produksinya secara akurat.
4. Kesulitan dalam Menghitung Biaya Produksi Bersih
Biaya produksi bersih adalah biaya produksi setelah dikurangi dengan biaya yang tidak terkait langsung dengan produksi. Dalam job order costing, biaya produksi bersih dihitung dengan mengurangi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan overhead cost dari total biaya produksi. Namun, jika ada biaya tambahan yang tidak terhitung dalam perhitungan tersebut, maka perusahaan akan kesulitan untuk menghitung biaya produksinya secara akurat.
5. Kesulitan dalam Menentukan Harga Jual yang Tepat
Harga jual yang tepat adalah harga yang dapat menutupi biaya produksi serta memberikan keuntungan bagi perusahaan. Dalam job order costing, harga jual dihitung dengan menambahkan markup pada biaya produksi bersih. Namun, jika biaya produksi tidak terhitung dengan akurat, maka perusahaan akan kesulitan untuk menentukan harga jual yang tepat dan berisiko mengalami kerugian.
6. Kesulitan dalam Menentukan Tingkat Markup yang Tepat
Tingkat markup adalah persentase yang ditambahkan pada biaya produksi bersih untuk menentukan harga jual. Dalam job order costing, tingkat markup dihitung berdasarkan kebijakan perusahaan atau industri. Namun, jika biaya produksi tidak terhitung dengan akurat, maka perusahaan akan kesulitan dalam menentukan tingkat markup yang tepat dan berisiko mengalami kerugian.
7. Risiko Kerugian yang Lebih Besar
Jika biaya produksi tidak terhitung dengan akurat, maka perusahaan berisiko mengalami kerugian yang lebih besar. Hal ini dapat terjadi karena perusahaan mungkin tidak dapat menentukan harga jual yang tepat atau tidak dapat mengontrol biaya produksinya dengan efektif.
Kesimpulan
Job order costing adalah metode akuntansi biaya yang efektif untuk mengukur biaya produksi secara akurat. Namun, ada beberapa kerugian yang mungkin terjadi, seperti overhead cost yang tidak terhitung, kesulitan dalam menghitung biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung, kesulitan dalam menghitung biaya produksi bersih, kesulitan dalam menentukan harga jual yang tepat dan tingkat markup yang tepat, serta risiko kerugian yang lebih besar. Oleh karena itu, perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor tersebut dalam melakukan job order costing untuk meminimalkan kerugian dan meningkatkan keuntungan perusahaan.