Tujuh Jenis Kerugian Produksi dalam Job-Order Costing dan Dampaknya bagi Perusahaan

Tujuh Jenis Kerugian Produksi dalam Job-Order Costing dan Dampaknya bagi Perusahaan

Posted on

Job-order costing adalah metode akuntansi biaya yang digunakan untuk menghitung biaya produksi per pesanan atau kontrak yang berbeda-beda. Metode ini cocok untuk perusahaan yang memproduksi barang atau jasa sesuai dengan permintaan khusus pelanggan, seperti perusahaan konstruksi, percetakan, bengkel, dll.

Dalam job-order costing, perusahaan harus dapat melacak biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang terkait dengan setiap pesanan atau kontrak. Selain itu, perusahaan juga harus memperhatikan adanya kerugian produksi yang dapat terjadi selama proses produksi.

Kerugian produksi adalah biaya yang tidak memberikan nilai tambah kepada produk atau jasa yang dihasilkan. Kerugian produksi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kesalahan manusia, kerusakan mesin, bahan baku berkualitas rendah, standar kualitas yang tidak terpenuhi, dll.

Dalam job-order costing, terdapat tujuh jenis kerugian produksi yang harus diperlakukan secara akuntansi, yaitu:

  1. Kerugian normal. Merupakan kerugian produksi yang wajar dan dapat diterima dalam batas tertentu. Kerugian normal biasanya disebabkan oleh faktor alamiah, seperti penyusutan bahan baku, penguapan cairan, pemotongan sisa, dll. Kerugian normal dianggap sebagai bagian dari biaya produksi dan dialokasikan ke setiap pesanan atau kontrak sesuai dengan proporsi biaya yang ditimbulkannya. Dampaknya adalah meningkatnya harga pokok produksi per unit dan menurunkan margin laba perusahaan.
  2. Kerugian abnormal. Merupakan kerugian produksi yang tidak wajar dan melebihi batas yang ditetapkan. Kerugian abnormal biasanya disebabkan oleh faktor yang dapat dicegah atau dikendalikan, seperti kesalahan manusia, kerusakan mesin, kebakaran, banjir, pencurian, dll. Kerugian abnormal dianggap sebagai biaya periode dan dibebankan ke laporan laba rugi pada periode terjadinya. Dampaknya adalah menurunkan laba bersih perusahaan dan mengurangi efisiensi produksi.
  3. Scrap. Merupakan sisa bahan baku atau produk jadi yang tidak memiliki nilai jual atau tidak dapat digunakan lagi dalam proses produksi. Scrap biasanya dijual dengan harga rendah atau dibuang sebagai limbah. Scrap dianggap sebagai pengurang biaya bahan baku dan dialokasikan ke setiap pesanan atau kontrak sesuai dengan proporsi scrap yang dihasilkannya. Dampaknya adalah menurunkan biaya bahan baku per unit dan meningkatkan margin laba perusahaan.
  4. Spoilage. Merupakan produk jadi atau barang dalam proses yang rusak atau tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan dan tidak dapat diperbaiki atau dijual. Spoilage biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam proses produksi atau penyimpanan. Spoilage dianggap sebagai biaya periode dan dibebankan ke laporan laba rugi pada periode terjadinya. Dampaknya adalah menurunkan laba bersih perusahaan dan mengurangi efektivitas produksi.
  5. Rejection. Merupakan produk jadi atau barang dalam proses yang ditolak oleh pelanggan karena tidak sesuai dengan spesifikasi atau permintaan yang diajukan. Rejection biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam pemesanan, pengiriman, atau pemasaran. Rejection dianggap sebagai biaya periode dan dibebankan ke laporan laba rugi pada periode terjadinya. Dampaknya adalah menurunkan laba bersih perusahaan dan mengurangi kepuasan pelanggan.
  6. Defect. Merupakan produk jadi atau barang dalam proses yang memiliki cacat atau kekurangan yang tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan, tetapi masih dapat diperbaiki atau dijual dengan harga diskon. Defect biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam bahan baku, tenaga kerja, atau mesin. Defect dianggap sebagai biaya produksi tambahan dan dialokasikan ke setiap pesanan atau kontrak sesuai dengan proporsi defect yang dihasilkannya. Dampaknya adalah meningkatnya biaya produksi per unit dan menurunkan margin laba perusahaan.
  7. Rework. Merupakan proses perbaikan atau pengolahan ulang pada produk jadi atau barang dalam proses yang tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Rework biasanya dilakukan untuk mengurangi spoilage, rejection, atau defect. Rework dianggap sebagai biaya produksi tambahan dan dialokasikan ke setiap pesanan atau kontrak sesuai dengan proporsi rework yang dilakukan. Dampaknya adalah meningkatnya biaya produksi per unit dan menurunkan margin laba perusahaan.
Baca Juga:  Persamaan Pemikiran Muhammad Abdul dan Rasyid Ridha: Mengembalikan Islam ke Konteks Modern

Dari tujuh jenis kerugian produksi tersebut, dapat dikatakan bahwa kerugian abnormal adalah jenis kerugian yang paling merugikan bagi perusahaan, karena biayanya sangat besar dan tidak dapat dipulihkan kembali. Kerugian abnormal juga menunjukkan adanya ketidakmampuan perusahaan dalam mengelola proses produksinya secara efektif dan efisien.

Oleh karena itu, perusahaan harus berusaha untuk mencegah atau meminimalkan kerugian produksi dalam job-order costing dengan cara:

Dengan demikian, perusahaan dapat meningkatkan kinerja dan profitabilitasnya dalam job-order costing.

Pos Terkait: