Toko Buku Gunung Agung: Kisah Sukses dari Rokok Curian Bocah Bandel

Toko Buku Gunung Agung: Kisah Sukses dari Rokok Curian Bocah Bandel

Posted on

Toko Buku Gunung Agung adalah salah satu toko buku tertua dan terbesar di Indonesia. Toko ini memiliki sejarah yang panjang dan menarik, yang tidak banyak orang ketahui. Toko Buku Gunung Agung bermula dari rokok curian bocah bandel yang bernama Tjio Wie Tay.

Tjio Wie Tay lahir pada tahun 1927 di Jakarta. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Ayahnya adalah seorang pedagang rokok yang memiliki kios di Pasar Senen. Tjio Wie Tay tidak suka sekolah dan sering bolos. Ia lebih senang bermain-main di pasar dan mencuri rokok dari kios ayahnya atau pedagang lain.

Suatu hari, ia tertangkap basah oleh ayahnya saat mencuri rokok. Ayahnya sangat marah dan menghukumnya dengan cara yang keras. Ia memaksa Tjio Wie Tay untuk menjual rokok yang dicurinya di pasar dengan harga murah. Tjio Wie Tay merasa malu dan kesal, tetapi ia tidak punya pilihan lain.

Ternyata, menjual rokok tidaklah sulit bagi Tjio Wie Tay. Ia memiliki bakat berdagang yang luar biasa. Ia pandai menawar, berbicara, dan bersosialisasi dengan pembeli. Ia juga cepat menguasai seluk-beluk pasar dan mengetahui kapan harus membeli dan menjual rokok dengan harga yang menguntungkan.

Baca Juga:  Cara Menentukan Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran yang Efektif

Dari menjual rokok curian, Tjio Wie Tay mulai mengembangkan usahanya sendiri. Ia mulai membeli rokok dari pabrik atau distributor dengan harga grosir, lalu menjualnya dengan harga eceran di pasar. Ia juga mulai menjual barang-barang lain selain rokok, seperti permen, korek api, dan koran.

Salah satu barang yang paling laku dijual oleh Tjio Wie Tay adalah koran. Ia menyadari bahwa banyak orang yang suka membaca koran untuk mengetahui berita terbaru atau sekadar mengisi waktu luang. Ia juga menyadari bahwa banyak orang yang tidak mampu membeli koran karena harganya yang mahal.

Maka, ia punya ide untuk menyewakan koran kepada pembeli dengan harga murah. Ia membeli beberapa eksemplar koran setiap hari, lalu menyewakannya kepada pembeli dengan harga 10 sen per jam. Pembeli bisa membaca koran di tempat atau membawanya pulang dengan syarat harus mengembalikannya dalam waktu yang ditentukan.

Ide ini ternyata sangat sukses. Banyak orang yang antre untuk menyewa koran dari Tjio Wie Tay. Ia bisa mendapatkan keuntungan hingga 10 kali lipat dari modalnya. Ia juga mulai menyewakan majalah, komik, dan buku-buku lain yang ia beli dari toko-toko bekas.

Baca Juga:  Bagaimana Narkoba Dapat Mempengaruhi Kemampuan Seseorang dalam Beraktivitas

Dari sinilah awal mula Toko Buku Gunung Agung terbentuk. Tjio Wie Tay mulai menyadari bahwa ada permintaan yang besar akan buku-buku berkualitas di Indonesia. Ia mulai mengimpor buku-buku dari luar negeri, terutama dari Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat.

Ia juga mulai menerbitkan buku-buku sendiri dengan merekrut penulis-penulis lokal yang berbakat. Ia memberi nama perusahaannya sebagai PT GA Tiga Belas, yang merupakan singkatan dari Gunung Agung dan tanggal lahirnya, yaitu 13 Oktober.

Tjio Wie Tay tidak hanya menjadi pedagang buku, tetapi juga menjadi tokoh penting dalam dunia sastra Indonesia. Ia banyak membantu penulis-penulis Indonesia untuk menerbitkan karya-karya mereka dan mempromosikannya ke masyarakat luas.

Ia juga menjadi salah satu pendiri Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada tahun 1954. IKAPI adalah organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penerbitan buku di Indonesia serta melindungi hak-hak penerbit dan penulis.

Tjio Wie Tay juga dikenal sebagai sosok yang dermawan dan religius. Ia banyak berdonasi untuk kegiatan sosial dan keagamaan. Ia juga pernah menunaikan ibadah haji pada tahun 1972 dan mendapat gelar Haji Masagung.

Haji Masagung meninggal pada tahun 1990 dalam usia 63 tahun. Ia meninggalkan warisan berupa Toko Buku Gunung Agung yang telah menjadi salah satu ikon budaya Indonesia.

Baca Juga:  Melestarikan Budaya Daerah Melalui Kewirausahaan Kerajinan Inspirasi Budaya Lokal

Toko Buku Gunung Agung terus berkembang hingga saat ini. Toko ini memiliki lebih dari 100 cabang di seluruh Indonesia. Toko ini juga menyediakan berbagai macam produk selain buku, seperti alat tulis, mainan, souvenir, dan lain-lain.

Toko Buku Gunung Agung tetap menjaga visi dan misinya sebagai toko buku yang menyediakan produk-produk berkualitas dengan harga terjangkau dan pelayanan prima. Toko ini juga tetap mendukung perkembangan sastra Indonesia dengan menerbitkan dan menjual buku-buku karya penulis-penulis lokal.

Toko Buku Gunung Agung adalah salah satu contoh sukses dari usaha kecil yang berkembang menjadi usaha besar. Toko ini juga adalah salah satu contoh inspiratif dari kisah hidup seorang bocah bandel yang berubah menjadi seorang pengusaha besar.

Toko Buku Gunung Agung bermula dari rokok curian bocah bandel, tetapi berakhir dengan buku-buku bermanfaat bagi bangsa.

Pos Terkait: