Siasat Benteng Stelsel: Strategi Belanda yang Digunakan untuk Menangkap Pangeran Diponegoro

Siasat Benteng Stelsel: Strategi Belanda yang Digunakan untuk Menangkap Pangeran Diponegoro

Posted on
Siasat Benteng Stelsel: Strategi Belanda yang Digunakan untuk Menangkap Pangeran Diponegoro

 

Siasat benteng stelsel adalah strategi perang yang diterapkan oleh Belanda untuk mengalahkan pasukan Pangeran Diponegoro dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Strategi ini dicetuskan oleh Jenderal de Kock, yang menggantikan Jenderal Hendrik Merkus de Kock sebagai panglima perang Belanda di Jawa pada tahun 1827.

Latar Belakang Siasat Benteng Stelsel

Perang Diponegoro merupakan perlawanan rakyat Jawa terhadap penjajahan Belanda yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, putra sulung Sultan Hamengkubuwono III dari Kesultanan Yogyakarta. Perlawanan ini dipicu oleh tindakan Belanda yang memasang patok tanpa izin di atas tanah dan makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo untuk pembangunan jalan raya.

Pangeran Diponegoro kemudian mengobarkan perlawanan pada tahun 1825 dengan menggunakan taktik gerilya, yaitu menyerang secara mendadak dan mengejutkan musuh, kemudian menghilang ke hutan atau pegunungan. Taktik ini berhasil merepotkan pertahanan Belanda, yang tidak terbiasa dengan medan dan iklim Jawa. Perlawanan Pangeran Diponegoro juga didukung oleh rakyat dan para ulama, yang menganggapnya sebagai pemimpin perjuangan melawan penindasan dan penyebaran agama Kristen oleh Belanda.

Pelaksanaan Siasat Benteng Stelsel

Untuk mematahkan dominasi Pangeran Diponegoro, Jenderal de Kock menerapkan siasat benteng stelsel, yaitu membangun benteng-benteng di berbagai tempat yang telah dikuasai oleh Belanda, dan menghubungkannya dengan jalan raya yang bagus. Benteng-benteng ini berfungsi sebagai pos pengawasan, pertahanan, dan penyerangan terhadap pasukan Pangeran Diponegoro. Saat sebuah benteng diserang, maka pasukan dan peralatan perang dari benteng lain di dekatnya akan dapat segera membantu.

Baca Juga:  Dampak Positif Sistem Tanam Paksa di Indonesia

Tujuan siasat benteng stelsel adalah untuk mempersempit ruang gerak lawan agar kesulitan untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan. Siasat ini juga bertujuan untuk memecah belah pasukan Pangeran Diponegoro dengan cara menawarkan imbalan atau ancaman kepada para pemimpin perlawanan agar mau menyerah atau berkhianat.

Beberapa benteng yang dibangun oleh Belanda dalam siasat benteng stelsel antara lain adalah Benteng Van der Wijck di Gombong, Benteng Willem I di Ambarawa, Benteng Pendem di Cilacap, Benteng Vastenburg di Surakarta, dan Benteng Vredeburg di Yogyakarta.

Dampak Siasat Benteng Stelsel

Siasat benteng stelsel ternyata cukup efektif dalam mengurangi kekuatan pasukan Pangeran Diponegoro. Banyak pemimpin perlawanan yang berhasil ditangkap, dikalahkan, atau ditawan oleh Belanda, seperti Kyai Mojo, Sentot Alibasyah Prawirodirjo, dan Raden Mas Said. Selain itu, siasat ini juga menyebabkan daerah perlawanan pasukan Pangeran Diponegoro makin sempit dan terisolasi.

Akhirnya, pada tahun 1830, Pangeran Diponegoro tertipu oleh Belanda yang mengundangnya untuk berunding di Magelang. Saat tiba di sana, ia ditangkap dan dibuang ke Manado, kemudian ke Makassar. Dengan tertangkapnya Pangeran Diponegoro, Perang Diponegoro pun berakhir dengan kemenangan Belanda.

Kesimpulan

Siasat benteng stelsel adalah strategi perang yang diterapkan oleh Belanda untuk mengalahkan pasukan Pangeran Diponegoro dalam Perang Diponegoro. Strategi ini dicetuskan oleh Jenderal de Kock pada tahun 1827 dengan cara membangun benteng-benteng di berbagai tempat yang telah dikuasai oleh Belanda, dan menghubungkannya dengan jalan raya yang bagus. Tujuan siasat ini adalah untuk mempersempit ruang gerak lawan agar kesulitan untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan. Siasat ini juga bertujuan untuk memecah belah pasukan Pangeran Diponegoro dengan cara menawarkan imbalan atau ancaman kepada para pemimpin perlawanan agar mau menyerah atau berkhianat. Siasat ini ternyata cukup efektif dalam mengurangi kekuatan pasukan Pangeran Diponegoro. Banyak pemimpin perlawanan yang berhasil ditangkap, dikalahkan, atau ditawan oleh Belanda. Akhirnya, pada tahun 1830, Pangeran Diponegoro tertipu oleh Belanda yang mengundangnya untuk berunding di Magelang. Saat tiba di sana, ia ditangkap dan dibuang ke Manado, kemudian ke Makassar. Dengan tertangkapnya Pangeran Diponegoro, Perang Diponegoro pun berakhir dengan kemenangan Belanda.

Pos Terkait:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *