Pendidikan model Belanda adalah sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda di Indonesia sejak abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-20. Sistem pendidikan ini memiliki beberapa ciri khas, antara lain:
- Berdasarkan kelompok sosial, yaitu ada sekolah untuk pribumi, Belanda/Eropa, dan Timur Asing (Cina, Arab, India, dll).
- Menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar di sebagian besar sekolah, kecuali sekolah dasar yang menggunakan bahasa daerah atau sekolah peralihan yang menggunakan bahasa Melayu.
- Membedakan pendidikan umum dan kejuruan, yaitu ada sekolah yang menekankan pada pengetahuan teoritis dan ada yang menekankan pada keterampilan praktis.
- Memperkenalkan pendidikan tinggi di Indonesia, yaitu ada perguruan tinggi seperti STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), THS (Technische Hoogeschool), dan REI (Rechts-Hoge School).
Pendidikan model Belanda ini dianggap tidak dapat membantu rakyat Indonesia untuk berfikir dan bergerak maju, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
- Tidak merata dan diskriminatif, yaitu hanya sebagian kecil rakyat pribumi yang dapat mengenyam pendidikan model Belanda, sedangkan mayoritas masih terbelakang dan terpinggirkan. Selain itu, ada perbedaan perlakuan dan fasilitas antara sekolah untuk pribumi dan sekolah untuk non-pribumi.
- Tidak relevan dan bermotif politis, yaitu kurikulum dan materi pelajaran yang diajarkan tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Indonesia, melainkan lebih mengutamakan kepentingan kolonial Belanda. Misalnya, mengajarkan sejarah dan geografi Belanda, mengabaikan budaya dan nilai-nilai lokal, serta menanamkan sikap patuh dan tunduk pada penguasa.
- Tidak memberdayakan dan memerdekakan, yaitu lulusan pendidikan model Belanda tidak memiliki kemampuan kritis dan kreatif untuk mengembangkan diri dan bangsa, melainkan hanya menjadi tenaga kerja terampil atau birokrat yang melayani kepentingan kolonial Belanda. Selain itu, pendidikan model Belanda juga tidak mendorong semangat nasionalisme dan perjuangan kemerdekaan di kalangan rakyat pribumi.
Oleh karena itu, pendidikan model Belanda perlu direformasi dan disesuaikan dengan kebutuhan dan aspirasi rakyat Indonesia. Beberapa tokoh pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara, Mohammad Hatta, Soewardi Soerjaningrat, dan lain-lain telah berusaha melakukan perubahan dan perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda. Mereka mendirikan sekolah-sekolah nasional yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, mengajarkan ilmu pengetahuan dan seni budaya Indonesia, serta menumbuhkan jiwa patriotik dan demokratis di kalangan siswa.
Pendidikan model Belanda telah memberikan kontribusi dalam perkembangan intelektual dan sosial di Indonesia. Namun, pendidikan model Belanda juga memiliki banyak kelemahan dan dampak negatif bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu, kita perlu belajar dari sejarah untuk memperbaiki sistem pendidikan kita saat ini agar lebih adil, relevan, dan memberdayakan.