Pembentukan Pengadilan Internasional HAM oleh PBB: Sejarah, Tujuan, dan Prosedur

Pembentukan Pengadilan Internasional HAM oleh PBB: Sejarah, Tujuan, dan Prosedur

Posted on

Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia tanpa memandang ras, agama, suku, bangsa, atau status sosial. HAM merupakan warisan universal yang harus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh semua negara dan masyarakat internasional.

Namun, dalam kenyataannya, masih banyak terjadi pelanggaran HAM berat di berbagai belahan dunia. Pelanggaran HAM berat adalah tindakan yang melanggar hak-hak dasar manusia secara sistematis dan meluas, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi.

Untuk menangani pelanggaran HAM berat tersebut, diperlukan sebuah lembaga peradilan yang memiliki yurisdiksi internasional. Lembaga peradilan tersebut adalah Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court atau ICC).

Apa itu Mahkamah Pidana Internasional?

Mahkamah Pidana Internasional adalah sebuah lembaga peradilan permanen yang didirikan berdasarkan Statuta Roma pada tahun 2002. Mahkamah Pidana Internasional bertujuan untuk mengadili individu-individu yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat.

Mahkamah Pidana Internasional memiliki yurisdiksi atas empat jenis kejahatan internasional, yaitu:

  • Kejahatan genosida: tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan sebagian atau seluruh kelompok nasional, etnis, rasial, atau agama.
  • Kejahatan terhadap kemanusiaan: tindakan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematis terhadap populasi sipil, seperti pembunuhan massal, pemerkosaan, penyiksaan, penghilangan paksa, atau pemindahan paksa.
  • Kejahatan perang: tindakan yang melanggar hukum humaniter internasional dalam situasi konflik bersenjata, seperti pembunuhan tawanan perang, penyiksaan tahanan, penyerangan warga sipil, atau penggunaan senjata terlarang.
  • Kejahatan agresi: tindakan penggunaan kekerasan bersenjata oleh suatu negara terhadap kedaulatan, integritas wilayah, atau kemerdekaan politik negara lain.
Baca Juga:  Internet di Indonesia Dimulai Pada Tahun 1990-an

Mahkamah Pidana Internasional beroperasi berdasarkan prinsip komplementeritas. Artinya, Mahkamah Pidana Internasional hanya akan mengadili kasus-kasus yang tidak dapat atau tidak mau diadili oleh pengadilan nasional negara yang bersangkutan. Hal ini dilakukan untuk menghormati kedaulatan dan kewenangan pengadilan nasional.

Mahkamah Pidana Internasional terdiri dari empat organ utama, yaitu:

Baca Juga:  Apa Penyebab Penglihatan Beni Menjadi Kabur Setelah Mencoba Kacamata Udin?

Bagaimana proses pembentukan Mahkamah Pidana Internasional?

Pembentukan Mahkamah Pidana Internasional dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas rekomendasi dari Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamanan PBB adalah salah satu organ utama PBB yang bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.

Dewan Keamanan PBB memiliki kewenangan untuk merekomendasikan pembentukan Mahkamah Pidana Internasional berdasarkan Pasal 13 ayat (b) Statuta Roma. Pasal tersebut menyatakan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat mengajukan situasi-situasi yang melibatkan pelanggaran HAM berat kepada Jaksa Mahkamah Pidana Internasional.

Proses pembentukan Mahkamah Pidana Internasional dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Tahap pertama: Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi untuk membentuk sebuah komite ad hoc yang bertugas untuk menyusun rancangan statuta Mahkamah Pidana Internasional. Komite ad hoc tersebut terdiri dari perwakilan dari negara-negara anggota PBB dan organisasi-organisasi internasional yang berkepentingan.
  • Tahap kedua: Komite ad hoc tersebut menyelenggarakan serangkaian pertemuan dan konsultasi untuk membahas dan merumuskan rancangan statuta Mahkamah Pidana Internasional. Rancangan statuta tersebut mencakup aspek-aspek seperti yurisdiksi, struktur, prosedur, dan kerja sama dengan negara-negara dan organisasi-organisasi internasional.
  • Tahap ketiga: Rancangan statuta Mahkamah Pidana Internasional diserahkan kepada Dewan Keamanan PBB untuk ditinjau dan disetujui. Dewan Keamanan PBB kemudian mengadopsi resolusi untuk mengundang negara-negara anggota PBB dan organisasi-organisasi internasional untuk menghadiri konferensi diplomatik yang bertujuan untuk menandatangani dan meratifikasi statuta Mahkamah Pidana Internasional.
  • Tahap keempat: Konferensi diplomatik tersebut diselenggarakan di Roma, Italia, pada tanggal 15 Juni hingga 17 Juli 1998. Konferensi tersebut dihadiri oleh 160 negara dan 33 organisasi internasional. Konferensi tersebut berhasil menghasilkan Statuta Roma sebagai dokumen hukum yang mengatur pembentukan dan fungsi Mahkamah Pidana Internasional.
  • Tahap kelima: Statuta Roma dibuka untuk ditandatangani oleh negara-negara anggota PBB pada tanggal 17 Juli 1998. Statuta Roma akan berlaku setelah diratifikasi oleh minimal 60 negara. Proses ratifikasi tersebut berlangsung selama empat tahun, hingga pada tanggal 11 April 2002, Statuta Roma telah diratifikasi oleh 66 negara. Statuta Roma resmi berlaku pada tanggal 1 Juli 2002.
  • Tahap keenam: Setelah Statuta Roma berlaku, proses pembentukan organ-organ Mahkamah Pidana Internasional dimulai. Proses tersebut meliputi pemilihan Presiden, Hakim, Jaksa, Sekretaris, Kepala Kantor Bantuan Hukum, serta staf-staf lainnya. Proses tersebut juga meliputi pembangunan gedung permanen Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag, Belanda.
Pos Terkait: