Politik etis adalah sebuah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda di Indonesia pada awal abad ke-20. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan bagi rakyat pribumi yang selama ini menderita akibat sistem tanam paksa dan liberalisme ekonomi. Politik etis juga dikenal sebagai politik balas budi, karena dianggap sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan atas kontribusi rakyat pribumi terhadap kemakmuran Belanda.
Politik etis diluncurkan oleh Ratu Wilhelmina dari Belanda pada tahun 1901, setelah mendengar gagasan dari dua tokoh Belanda, yaitu C.Th. van Deventer dan Pieter Brooshooft. Mereka menulis sebuah artikel berjudul “Een Eereschuld” (Sebuah Utang Kehormatan) pada tahun 1899, yang mengkritik perlakuan Belanda terhadap rakyat pribumi dan menuntut adanya perbaikan. Artikel ini kemudian menjadi dasar dari tiga program utama politik etis, yaitu irigasi, imigrasi, dan edukasi.
Dari ketiga program tersebut, pelaksanaan politik etis yang paling dirasakan dalam pergerakan nasional bangsa Indonesia adalah di bidang edukasi. Hal ini karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kesadaran dan kemandirian rakyat pribumi, serta membuka peluang untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Pendidikan juga menjadi faktor penting dalam munculnya golongan terpelajar atau kaum intelektual pribumi, yang kemudian menjadi pelopor dan pemimpin dalam pergerakan nasional.
Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam bidang edukasi antara lain adalah:
- Mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat pribumi, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Beberapa sekolah yang didirikan antara lain adalah Sekolah Dokter Jawa (STOVIA), Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool), Sekolah Tinggi Teknik (THS), Sekolah Guru Bumiputera (Kweekschool), dan Sekolah Pertanian (Landbouwschool).
- Memberikan beasiswa atau bantuan biaya kepada rakyat pribumi yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikan di Belanda atau negara lain. Beberapa tokoh yang mendapatkan beasiswa antara lain adalah Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Soetomo, Agus Salim, dan Soekarno.
- Mendorong pembentukan organisasi-organisasi kemasyarakatan dan kebudayaan yang bergerak di bidang pendidikan, seperti Budi Utomo, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Taman Siswa, Boedi Oetomo, dan Muhammadiyah.
Dampak dari pelaksanaan politik etis di bidang edukasi sangat besar bagi pergerakan nasional bangsa Indonesia. Dengan adanya pendidikan, rakyat pribumi dapat mengenal dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, budaya, sejarah, dan ideologi yang berkembang di dunia. Mereka juga dapat mengembangkan keterampilan, bakat, dan minat mereka dalam berbagai bidang. Hal ini membuat mereka lebih percaya diri, kritis, kreatif, dan inovatif dalam menyikapi masalah-masalah yang dihadapi bangsa mereka.
Selain itu, dengan adanya pendidikan, rakyat pribumi juga dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan berbagai kalangan, baik sesama pribumi maupun dengan orang-orang asing. Mereka dapat membangun jaringan dan kerjasama yang luas, serta menyebarkan gagasan dan aspirasi mereka kepada masyarakat luas. Hal ini membuat mereka lebih terbuka, toleran, dan bersolidaritas dalam perjuangan mereka.
Terakhir, dengan adanya pendidikan, rakyat pribumi juga dapat menyadari hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara dan manusia. Mereka dapat menuntut hak-hak mereka yang selama ini dirampas oleh pemerintah kolonial Belanda, seperti hak untuk mengatur sendiri urusan dalam negeri, hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, hak untuk mendapatkan kesejahteraan dan keadilan sosial, dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Mereka juga dapat menjalankan kewajiban mereka sebagai warga negara dan manusia, seperti kewajiban untuk menghormati hukum, kewajiban untuk membayar pajak, kewajiban untuk menjaga keamanan dan ketertiban, dan kewajiban untuk menghargai hak-hak orang lain.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan politik etis yang paling dirasakan dalam pergerakan nasional bangsa Indonesia adalah di bidang edukasi. Pendidikan merupakan kunci bagi rakyat pribumi untuk membangun diri dan bangsa mereka. Pendidikan juga merupakan sarana bagi rakyat pribumi untuk mengekspresikan diri dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan dunia.