Islam adalah agama yang masuk ke Nusantara sekitar abad ke-7 Masehi melalui berbagai jalur, seperti perdagangan, pernikahan, atau migrasi. Islam membawa pengaruh besar dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat Nusantara, termasuk bidang politik. Salah satu pengaruh Islam dalam bidang politik adalah perubahan konsep raja sebagai pemimpin.
Konsep Raja Sebagai Titisan Dewa
Pada masa Hindu-Buddha, kerajaan-kerajaan di Nusantara menganut konsep dinasti, yaitu sistem pemerintahan berdasarkan garis keturunan. Raja memiliki kuasa agung yang kerap diasosiasikan dengan dewa, atau yang disebut dengan konsep Devaraja. Raja dalam konsep ini akan dianggap sebagai titisan dewa di bumi.
Raja biasanya dibuatkan candi, arca, atau prasasti lainnya yang menyerupai dewa. Contohnya adalah Raja Airlangga, pemimpin Kerajaan Kahuripan yang dicandikan serupa dengan Dewa Wisnu. Konsep Devaraja ini bertujuan untuk memperkuat legitimasi kekuasaan raja dan mengikat kesetiaan rakyat.
Konsep Raja Sebagai Utusan Tuhan
Masuknya Islam mengubah konsep Devaraja menjadi konsep raja sebagai khalifah (wakil Tuhan sebagai pemimpin) di bumi. Hal ini karena Tuhan dalam agama Islam tak dapat menyerupai ciptaan-Nya. Akan tetapi, Tuhan mengirimkan khalifah (pemimpin) di bumi yang bertanggung jawab terhadap keselarasan dan keteraturan dunia.
Raja dalam konsep ini tidak lagi dianggap sebagai titisan dewa, melainkan sebagai utusan Tuhan yang harus menjalankan syariat Islam dan menegakkan keadilan. Raja juga tidak lagi dibuatkan candi atau arca, melainkan masjid atau istana sebagai pusat pemerintahan dan ibadah.
Raja mulai menggunakan istilah sultan, sunan, panembahan, dan maulana untuk menunjukkan identitasnya sebagai pemimpin Muslim. Contohnya adalah Sultan Iskandar Muda dari Aceh, Sunan Giri dari Gresik, Panembahan Senopati dari Mataram, dan Maulana Hasanuddin dari Banten.
Kesimpulan
Islam membawa pengaruh besar dalam bidang politik di Nusantara. Salah satu pengaruhnya adalah perubahan konsep raja sebagai pemimpin. Pada masa Hindu-Buddha, raja dianggap sebagai titisan dewa (Devaraja), sedangkan pada masa Islam, raja dianggap sebagai utusan Tuhan (khalifah). Konsep ini mencerminkan perbedaan pandangan tentang hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam.