Mengapa FATF Memberikan Sanksi Blacklist kepada Indonesia?

Mengapa FATF Memberikan Sanksi Blacklist kepada Indonesia?

Posted on

Financial Action Task Force (FATF) adalah sebuah badan antar pemerintah yang bertujuan mengembangkan dan mempromosikan kebijakan nasional dan internasional untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme. Organisasi ini berpusat di Paris, Perancis, dan memiliki 39 negara anggota serta beberapa organisasi regional yang berafiliasi.

Indonesia pernah masuk ke dalam daftar hitam atau Non-Cooperative Countries and Territories (NCCTs) list oleh FATF pada tahun 2012 karena dinilai tidak kooperatif dan tidak mau bekerjasama dalam hal pemberantasan tindak kejahatan pencucian uang secara global. Hal ini berdampak negatif bagi reputasi dan investasi di Indonesia, serta meningkatkan biaya transaksi keuangan lintas negara.

Ada beberapa alasan mengapa FATF memberikan sanksi blacklist kepada Indonesia, antara lain:

  • Indonesia belum memiliki undang-undang yang memadai untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT). Hingga tahun 2013, Indonesia baru memiliki UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, namun belum memiliki UU tentang TPPT.
  • Indonesia belum memenuhi 40 rekomendasi FATF yang menjadi standar internasional dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT. Rekomendasi-rekomendasi ini meliputi aspek hukum, institusi, kerjasama, pengawasan, pelaporan, analisis, penyidikan, penuntutan, peradilan, sanksi, aset hasil kejahatan, dan lain-lain.
  • Indonesia belum menunjukkan komitmen dan kinerja yang efektif dalam mengimplementasikan rekomendasi FATF. Hal ini terlihat dari hasil Mutual Evaluation Review (MER) yang dilakukan oleh Asian Pacific Group (APG), salah satu organisasi regional yang berafiliasi dengan FATF. MER adalah penilaian secara peer-to-peer review oleh sesama negara anggota APG terkait pemenuhan rekomendasi-rekomendasi FATF dan efektivitas pelaksanaannya.
Baca Juga:  Bank Indonesia: Lembaga Negara yang Independen dan Berperan Penting dalam Perekonomian Nasional

Beruntung, Indonesia berhasil keluar dari daftar hitam FATF pada Februari 2015 setelah menunjukkan kemajuan signifikan dalam memperbaiki kelemahan-kelemahan yang menjadi sorotan FATF. Indonesia kemudian masuk ke dalam daftar abu-abu atau grey list negara yang rawan pencucian uang dan pendanaan terorisme, yang berarti masih perlu melakukan perbaikan lebih lanjut.

Salah satu upaya yang dilakukan Indonesia untuk keluar dari daftar abu-abu FATF adalah dengan mengesahkan UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPT pada September 2013. UU ini mengatur tentang definisi, jenis-jenis, ancaman pidana, proses hukum, kerjasama internasional, serta pencegahan dan pemberantasan TPPT.

Selain itu, Indonesia juga terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan FATF Secretariate, menyampaikan komitmen Indonesia untuk menjadi anggota FATF, dan meminta dukungan beberapa negara anggota FATF terkait keanggotaan Indonesia dalam FATF. Indonesia juga terus meningkatkan kapasitas dan kualitas lembaga-lembaga yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT, seperti PPATK, KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tipikor, dan lain-lain.

Menjadi anggota FATF adalah penting bagi Indonesia karena memiliki beberapa urgensi, antara lain:

Baca Juga:  Islam dan Fleksibilitas dalam Berinteraksi dengan Perkembangan Zaman

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa FATF memberikan sanksi blacklist kepada Indonesia karena Indonesia belum memenuhi standar internasional dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT. Namun, Indonesia telah berhasil keluar dari daftar hitam FATF setelah melakukan perbaikan-perbaikan yang signifikan. Indonesia juga terus berupaya untuk menjadi anggota FATF karena memiliki beberapa urgensi yang penting bagi kepentingan nasional.

Pos Terkait: