Keikutsertaan Indonesia dalam Menjaga Keamanan dan Perdamaian Dunia

Keikutsertaan Indonesia dalam Menjaga Keamanan dan Perdamaian Dunia

Posted on

Indonesia adalah salah satu negara yang berkomitmen untuk turut serta dalam menciptakan dan menjaga keamanan dan perdamaian dunia. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Peran Indonesia dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik melalui hubungan bilateral maupun multilateral, serta melalui partisipasi aktif dalam organisasi-organisasi internasional. Berikut adalah beberapa contoh bentuk keikutsertaan Indonesia dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia:

Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB

Indonesia telah menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 1950. Sebagai anggota PBB, Indonesia berkontribusi dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB (MPP PBB) yang bertujuan untuk mencegah atau menyelesaikan konflik bersenjata di berbagai wilayah dunia.

Indonesia pertama kali mengirimkan pasukan penjaga perdamaian PBB pada tahun 1957, yaitu sebagai bagian dari United Nations Emergency Force (UNEF) di Sinai. Sejak itu, Indonesia terus mengirimkan pasukan penjaga perdamaian PBB dengan nama Kontingen Garuda (Konga) ke berbagai negara yang mengalami konflik, seperti Kongo, Kamboja, Bosnia, Lebanon, Sudan, Liberia, dan lain-lain.

Baca Juga:  Perkembangan Kegiatan Industri di Kawasan Asia Tenggara: Studi Kasus Indonesia dan Thailand

Hingga saat ini, Indonesia telah mengirimkan lebih dari 40.000 personel militer dan polisi untuk berpartisipasi dalam 28 misi pemeliharaan perdamaian PBB di 20 negara. Indonesia juga menjadi salah satu negara penyumbang pasukan penjaga perdamaian PBB terbesar di dunia, dengan peringkat ke-9 dari 122 negara.

Gerakan Non Blok

Indonesia juga berperan dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia melalui Gerakan Non Blok (GNB), yaitu sebuah organisasi internasional yang terdiri dari negara-negara berkembang yang tidak berafiliasi dengan blok Barat maupun blok Timur pada masa Perang Dingin.

Indonesia bersama dengan Mesir, India, Yugoslavia, dan Ghana menjadi salah satu pelopor berdirinya GNB pada tahun 1961. Tujuan utama GNB adalah untuk memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan negara-negara berkembang, serta menentang segala bentuk imperialisme, kolonialisme, rasisme, dan agresi militer.

GNB juga berusaha untuk meningkatkan kerjasama ekonomi, sosial, budaya, dan politik antara anggotanya, serta membela kepentingan bersama negara-negara berkembang dalam forum internasional. Saat ini, GNB memiliki 120 anggota dan 17 pengamat.

Konferensi Asia Afrika

Konferensi Asia Afrika (KAA) adalah sebuah pertemuan sejarah yang diadakan di Bandung pada tahun 1955. Pertemuan ini dihadiri oleh 29 negara dari Asia dan Afrika yang baru merdeka atau sedang berjuang untuk merdeka dari penjajahan.

Baca Juga:  Pendidikan Model Belanda: Apakah Efektif untuk Membangun Indonesia?

Tujuan KAA adalah untuk meningkatkan solidaritas dan kerjasama antara negara-negara Asia dan Afrika, serta menyuarakan aspirasi mereka dalam menentukan nasib sendiri dan berperan dalam urusan dunia. KAA juga menghasilkan Deklarasi Bandung, yang berisi 10 prinsip dasar dalam hubungan internasional, seperti menghormati hak asasi manusia, kedaulatan, persamaan, non-intervensi, dan perdamaian.

KAA dianggap sebagai tonggak penting dalam sejarah pergerakan kemerdekaan dan perdamaian dunia, karena merupakan pertemuan pertama antara negara-negara Asia dan Afrika tanpa campur tangan negara-negara Barat maupun Timur. KAA juga menjadi cikal bakal berdirinya GNB dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI).

Jakarta Informal Meeting

Jakarta Informal Meeting (JIM) adalah sebuah pertemuan informal yang diselenggarakan oleh Indonesia pada tahun 1988 untuk membantu menyelesaikan konflik di Kamboja. Konflik di Kamboja terjadi sejak tahun 1970, ketika rezim Khmer Merah yang didukung oleh Vietnam menggulingkan pemerintahan Norodom Sihanouk.

Konflik ini melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintahan Vietnam yang menduduki Kamboja, pemerintahan Kamboja yang diakui oleh PBB, gerakan perlawanan Khmer Merah, dan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Cina. Konflik ini juga menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah, seperti pembunuhan massal, pengungsi, kelaparan, dan penyakit.

Indonesia sebagai negara ASEAN yang netral dan berpengalaman dalam diplomasi, mengambil inisiatif untuk mengundang semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk berdialog secara informal di Jakarta. Pertemuan ini berhasil mencapai beberapa kesepakatan penting, seperti pengakuan atas kedaulatan dan integritas teritorial Kamboja, penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja, dan pembentukan pemerintahan transisi bersama di Kamboja.

Baca Juga:  Perbedaan Antara Pancasila dengan Ideologi Komunisme adalah

JIM dianggap sebagai langkah awal menuju perdamaian di Kamboja, yang kemudian diikuti oleh pertemuan-pertemuan lanjutan di Paris dan Tokyo, serta penandatanganan Perjanjian Perdamaian Paris pada tahun 1991.

Kesimpulan

Dari beberapa contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki peran yang signifikan dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia. Indonesia tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga menjadi pelaku dan pemimpin dalam menyelesaikan berbagai konflik dan masalah global.

Indonesia juga menunjukkan sikap yang konsisten, proaktif, dan konstruktif dalam berhubungan dengan negara-negara lain, serta mengedepankan prinsip-prinsip yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian, Indonesia dapat memberikan kontribusi positif bagi kesejahteraan dan kemajuan umat manusia.

Pos Terkait: