Jelaskan Tentang Keadaan Kerajaan Aceh di Bawah Pimpinan Iskandar Muda

Jelaskan Tentang Keadaan Kerajaan Aceh di Bawah Pimpinan Iskandar Muda

Posted on

Kerajaan Aceh adalah salah satu kerajaan Islam terbesar dan terkuat di Nusantara yang berdiri sejak tahun 1496 Masehi. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang berkuasa dari tahun 1607 hingga 1636 Masehi. Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Aceh berhasil memperluas wilayahnya hingga ke Sumatra dan Semenanjung Melayu, serta menguasai sumber-sumber perdagangan yang berharga seperti lada dan emas.

Latar Belakang Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda lahir pada tahun 1583 Masehi dengan nama asli Meurah Pupok. Ia adalah putra dari Sultan Ali Riayat Syah III dan Putri Indra Sakti dari Pagaruyung. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan bakat sebagai seorang pemimpin yang cerdas, berani, dan berwibawa. Ia juga mendapat pendidikan agama Islam yang baik dari ulama-ulama terkemuka di Aceh.

Pada tahun 1604 Masehi, ayahnya meninggal dunia dan digantikan oleh pamannya, Sultan Ala al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil. Namun, pamannya tidak mampu mempertahankan kekuasaannya karena banyak mendapat perlawanan dari rakyat dan bangsawan Aceh. Akhirnya, pada tahun 1607 Masehi, Sultan Ala al-Din turun tahta dan menyerahkan tampuk kekuasaan kepada Meurah Pupok yang kemudian bergelar Sultan Iskandar Muda.

Baca Juga:  Bagaimana Agar Sistem Hukum di Indonesia Dapat Bekerja dengan Baik dalam Penegakan HAM

Perluasan Wilayah Kerajaan Aceh

Salah satu tujuan utama Sultan Iskandar Muda adalah memperluas wilayah Kerajaan Aceh hingga ke seluruh Sumatra dan Semenanjung Melayu. Untuk itu, ia membangun angkatan laut dan darat yang kuat dan modern dengan bantuan tenaga ahli dari Turki, Persia, India, dan Eropa. Ia juga menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya seperti Turki Utsmani, Persia Safawi, India Mogul, dan Mataram.

Dengan kekuatan militer yang dimilikinya, Sultan Iskandar Muda berhasil menaklukkan berbagai kerajaan di Sumatra seperti Aru, Deli, Siak, Kampar, Indragiri, Jambi, Palembang, Minangkabau, Batak, Nias, Simalungun, dan Tapanuli. Ia juga menguasai daerah Sumatra Barat yang kaya akan lada dan emas yang menjadi komoditas perdagangan utama pada saat itu.

Selain itu, Sultan Iskandar Muda juga mengirimkan ekspedisi militer ke Semenanjung Melayu untuk menantang kekuasaan Portugis di Melaka. Ia berhasil merebut Pahang yang merupakan sumber timah terbesar di Asia Tenggara pada tahun 1617 Masehi. Ia juga menyerang Melaka sebanyak tiga kali pada tahun 1619, 1620, dan 1629 Masehi. Meskipun tidak berhasil merebut Melaka secara keseluruhan, ia berhasil mengganggu perdagangan Portugis di sana.

Kemajuan Ekonomi dan Budaya Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh tidak hanya berkembang dalam bidang politik dan militer, tetapi juga dalam bidang ekonomi dan budaya. Berkat letaknya yang strategis di jalur perdagangan internasional antara India dan Cina, Kerajaan Aceh menjadi pusat perdagangan yang ramai dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari berbagai negara seperti Gujarat, Tiongkok, Belanda, Inggris, Arab, Persia, Turki, dan lain-lain.

Baca Juga:  Tolak Peluru Gaya Menyamping: Posisi Badan yang Benar pada Akhir Gerakan

Sultan Iskandar Muda juga membangun infrastruktur yang mendukung perkembangan ekonomi seperti pelabuhan-pelabuhan besar di Banda Aceh dan Krueng Raya. Ia juga mengeluarkan mata uang sendiri yang bernama mata uang mas dengan berat satu mitsqal atau sekitar 4 gram emas. Mata uang ini memiliki nilai tukar yang tinggi di pasar internasional.

Selain itu, Sultan Iskandar Muda juga memberikan perhatian besar terhadap perkembangan budaya dan pendidikan di Kerajaan Aceh. Ia membangun masjid-masjid megah seperti Masjid Raya Baiturrahman yang menjadi simbol keagungan Kerajaan Aceh hingga sekarang. Ia juga mendirikan madrasah-madrasah atau sekolah-sekolah Islam yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dan dunia seperti fiqh (hukum Islam), tafsir (penafsiran Al-Quran), hadits (perkataan Nabi Muhammad SAW), tasawuf (ilmu batin), bahasa Arab, sejarah Islam, matematika, astronomi, geografi, kedokteran, dan lain-lain.

Kerajaan Aceh menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan di Nusantara yang melahirkan ulama-ulama besar seperti Syekh Abdurrauf Singkel yang dikenal sebagai penyebar tarekat Syattariyah di Indonesia; Syekh Nuruddin Ar-Raniry yang menulis karya-karya monumental seperti Bustanus Salatin (Taman Para Raja) dan Hujjatul Balighah (Bukti-bukti Yang Menyakinkan); Syekh Hamzah Fansuri yang dikenal sebagai bapak sastra Sufi Melayu; Syekh Shamsuddin As-Sumatrani yang menulis karya-karya tentang ilmu falak (astronomi) seperti Risalah al-Muhit (Risalah Tentang Samudera); Syekh Abdul Wahab Asy-Syarani yang menulis karya-karya tentang ilmu tasawuf seperti Al-Anwar al-Qudsiyah (Cahaya-cahaya Suci); dan lain-lain.

Baca Juga:  Bagaimana Pengaruh Desentralisasi Fiskal dalam Pembangunan Daerah?

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keadaan Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda sangat gemilang dalam berbagai bidang. Ia berhasil menjadikan Kerajaan Aceh sebagai salah satu imperium Islam terbesar dan terkuat di Nusantara dengan wilayahnya yang luas hingga ke Sumatra dan Semenanjung Melayu. Ia juga berhasil menjadikan Kerajaan Aceh sebagai pusat perdagangan internasional dengan sumber-sumber ekonomi yang berlimpah seperti lada dan emas. Selain itu, ia juga berhasil menjadikan Kerajaan Aceh sebagai pusat ilmu pengetahuan dengan madrasah-madrasah dan ulama-ulama besar yang menghasilkan karya-karya monumental dalam bidang agama dan dunia.

Pos Terkait:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *