Jelaskan Secara Singkat Proses Peralihan Kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru

Jelaskan Secara Singkat Proses Peralihan Kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru

Posted on

Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno yang berlangsung sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 hingga tahun 1966. Orde Lama ditandai oleh berbagai permasalahan politik, ekonomi, sosial dan keamanan yang mengancam stabilitas negara. Salah satu peristiwa yang menjadi puncak krisis Orde Lama adalah Gerakan 30 September atau G30S/PKI yang merupakan upaya kudeta oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap pemerintah pada tahun 1965.

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto yang berlangsung sejak tahun 1966 hingga tahun 1998. Orde Baru lahir sebagai hasil dari peralihan kekuasaan dari Orde Lama yang dianggap gagal menjalankan revolusi dan pembangunan nasional. Orde Baru menekankan pada stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan penindasan terhadap lawan-lawan politik.

Proses peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

  • Pada tanggal 10 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan pertemuan dengan partai-partai politik untuk membahas kondisi negara pasca G30S/PKI. Namun, pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan karena Presiden Soekarno menolak tuntutan rakyat untuk membubarkan PKI dan membersihkan kabinetnya dari unsur-unsur komunis.
  • Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang kabinet untuk membahas hal yang sama. Namun, sidang tersebut terganggu oleh adanya pasukan militer yang mengancam keamanan istana. Presiden Soekarno kemudian meninggalkan sidang dan terbang ke Istana Bogor dengan helikopter bersama beberapa pejabat tinggi.
  • Di Istana Bogor, Presiden Soekarno didatangi oleh tiga jenderal TNI AD yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen Muhammad Yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud yang menyampaikan pesan dari Mayjen Soeharto selaku Panglima Angkatan Darat. Pesan tersebut berisi bahwa TNI tetap setia kepada Presiden Soekarno dan siap mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengamankan negara.
  • Presiden Soekarno kemudian menandatangani surat perintah yang dikenal sebagai Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang ditujukan kepada Mayjen Soeharto. Isi surat tersebut adalah memberikan wewenang kepada Mayjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta stabilitas pemerintahan dan revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden.
  • Dengan Supersemar, Mayjen Soeharto mulai mengambil alih kendali pemerintahan dari tangan Presiden Soekarno. Ia melakukan berbagai langkah seperti membubarkan PKI dan organisasi-organisasi sayapnya, menangkap dan menuntut para pelaku G30S/PKI, membersihkan kabinet dari unsur-unsur komunis, menertibkan partai-partai politik, menstabilkan ekonomi, dan memperbaiki hubungan luar negeri.
  • Pada tanggal 12 Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mengeluarkan Tap MPRS No. XXIII/MPRS/1966 yang menetapkan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Namun, pada tanggal 22 Februari 1967, MPRS mengeluarkan Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1967 yang mencabut gelar presiden seumur hidup dari Presiden Soekarno dan memberikan mandat kepada Mayjen Soeharto untuk menjadi Pejabat Presiden.
  • Pada tanggal 27 Maret 1968, MPRS mengeluarkan Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1968 yang menetapkan Mayjen Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia yang definitif. Dengan demikian, peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru secara resmi terjadi.
Baca Juga:  Momentum yang Kemudian Menjadi Mata Rantai Kekuasaan VOC dan Belanda di Indonesia

Demikianlah penjelasan singkat tentang proses peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda.

Pos Terkait:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *