Malaka adalah salah satu pusat perdagangan dunia pada abad ke-15 dan ke-16. Kota ini menjadi rebutan antara berbagai kekuatan, termasuk kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Salah satu kerajaan Islam yang berperan aktif dalam mempertahankan Malaka dari penjajahan Portugis adalah Demak.
Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang didirikan oleh Raden Patah, putra Brawijaya V dari Majapahit. Demak memiliki hubungan baik dengan Malaka, yang saat itu diperintah oleh Sultan Mahmud Syah. Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, Sultan Mahmud Syah mengungsi ke Pulau Bintan dan meminta bantuan kepada Dinasti Ming dan beberapa kerajaan Islam di Nusantara untuk merebut kembali Malaka.
Demak menanggapi permintaan tersebut dengan mengirimkan armada perangnya untuk menyerang Portugis di Malaka. Serangan pertama dilakukan pada tahun 1512 oleh Pati Unus, putra Raden Patah yang juga dikenal sebagai Pangeran Sabrang Lor (Pangeran Seberang Laut). Pati Unus membawa sekitar 100 kapal dan 12.000 prajurit dari Jepara dan Palembang. Kapal-kapal itu dilengkapi dengan meriam cetbang yang dibuat di Jawa.
Serangan Pati Unus berhasil mengejutkan Portugis, tetapi tidak mampu mengalahkan mereka. Pasukan Demak mengalami banyak korban jiwa dan kapal-kapalnya hancur. Pati Unus sendiri gugur dalam pertempuran. Meskipun demikian, keberanian dan semangat juang Pati Unus mendapat penghargaan dari rakyat Demak dan Malaka. Ia dianggap sebagai pahlawan yang berani melawan penjajah.
Serangan kedua dilakukan pada tahun 1513 oleh Sultan Trenggono, adik Pati Unus yang naik tahta setelah kematiannya. Sultan Trenggono membawa armada yang lebih besar dan lebih kuat dari sebelumnya. Ia juga dibantu oleh armada dari Aceh, Palembang, Banten, Johor, dan Pahang. Serangan ini juga gagal mengusir Portugis dari Malaka, tetapi berhasil menghancurkan benteng dan kapal-kapal mereka.
Serangan-serangan Demak terhadap Portugis di Malaka menunjukkan bahwa kerajaan Islam di Nusantara tidak tinggal diam melihat penjajahan asing. Mereka berusaha untuk mempertahankan kemerdekaan dan martabat mereka sebagai bangsa Muslim. Serangan-serangan ini juga menjadi inspirasi bagi perlawanan-perlawanan selanjutnya yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Islam lainnya, seperti Aceh, Banten, Mataram, dan Gowa