Pencabutan hak atas tanah adalah tindakan pemerintah untuk mengambil alih hak milik atau hak lain atas tanah dari pemiliknya untuk kepentingan umum dengan memberikan ganti kerugian yang layak. Pencabutan hak atas tanah merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam bidang pertanahan yang harus dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan hukum.
Dasar Hukum Pencabutan Hak Atas Tanah
Dasar hukum pencabutan hak atas tanah terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:
- Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang menyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberikan ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya (UU No. 20/1961), yang mengatur tentang syarat-syarat, prosedur, dan ganti kerugian dalam pencabutan hak atas tanah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya (PP No. 39/1973), yang mengatur tentang mekanisme pengajuan banding oleh pemilik tanah yang tidak puas dengan ganti kerugian yang ditetapkan oleh pemerintah.
- Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya (Inpres No. 9/1973), yang mengatur tentang kriteria, prioritas, dan koordinasi dalam pelaksanaan pencabutan hak atas tanah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (PP No. 18/2021), yang mengatur tentang pemberian hak pada ruang atas tanah dan ruang bawah tanah serta penguatan hak pengelolaan.
Tujuan dan Syarat Pencabutan Hak Atas Tanah
Tujuan pencabutan hak atas tanah adalah untuk melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat. Pembangunan untuk kepentingan umum dapat berupa pembangunan infrastruktur, fasilitas sosial, pertahanan dan keamanan, konservasi lingkungan, atau hal-hal lain yang ditetapkan oleh pemerintah.
Syarat pencabutan hak atas tanah adalah adanya keadaan yang sangat memaksa dan merupakan jalan terakhir setelah tidak ada cara lain untuk memperoleh tanah yang dibutuhkan. Selain itu, pencabutan hak atas tanah harus dilakukan dengan cara-cara yang demokratis, transparan, adil, dan sesuai dengan hukum.
Prosedur dan Ganti Kerugian dalam Pencabutan Hak Atas Tanah
Prosedur pencabutan hak atas tanah meliputi beberapa tahapan, yaitu:
- Penetapan lokasi tanah yang akan dicabut haknya oleh pemerintah pusat atau daerah sesuai dengan kewenangannya.
- Penyusunan rencana teknis dan anggaran biaya pencabutan hak atas tanah oleh instansi teknis yang bertanggung jawab atas pembangunan untuk kepentingan umum.
- Pengumuman lokasi tanah yang akan dicabut haknya kepada masyarakat dan pemilik tanah melalui media massa, papan pengumuman, atau cara lain yang efektif.
- Penyelidikan dan penelitian mengenai data dan fakta hukum tanah yang akan dicabut haknya oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau instansi lain yang ditunjuk oleh pemerintah.
- Penetapan ganti kerugian yang layak oleh pemerintah berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) atau nilai pasar tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.
- Pembayaran ganti kerugian oleh pemerintah kepada pemilik tanah secara tunai atau dengan cara lain yang disepakati bersama.
- Penerbitan surat keputusan pencabutan hak atas tanah oleh pemerintah yang berisi tentang identitas pemilik tanah, luas dan batas tanah, ganti kerugian, dan tujuan pencabutan hak.
- Pencatatan pencabutan hak atas tanah dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah oleh BPN atau instansi lain yang ditunjuk oleh pemerintah.
Ganti kerugian dalam pencabutan hak atas tanah adalah kompensasi yang diberikan oleh pemerintah kepada pemilik tanah sebagai pengganti hilangnya hak milik atau hak lain atas tanah. Ganti kerugian harus layak, yaitu sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP) atau nilai pasar tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Ganti kerugian dapat berupa uang tunai, tanah pengganti, rumah susun, saham, obligasi, atau bentuk lain yang disepakati bersama.
Hak Banding dan Penyelesaian Sengketa dalam Pencabutan Hak Atas Tanah
Pemilik tanah yang tidak puas dengan ganti kerugian yang ditetapkan oleh pemerintah dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi setempat dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterimanya surat keputusan pencabutan hak. Pengadilan Tinggi harus memutuskan banding tersebut dalam jangka waktu 60 hari sejak tanggal diterimanya permohonan banding. Keputusan Pengadilan Tinggi bersifat final dan mengikat.
Sengketa yang timbul akibat pencabutan hak atas tanah dapat diselesaikan melalui jalur hukum formal atau alternatif. Jalur hukum formal adalah melalui pengadilan umum atau peradilan tata usaha negara sesuai dengan kewenangan dan materi perkara. Jalur hukum alternatif adalah melalui mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau cara lain yang disepakati bersama.
Kesimpulan
Pencabutan hak atas tanah adalah tindakan pemerintah untuk mengambil alih hak milik atau hak lain atas tanah dari pemiliknya untuk kepentingan umum dengan memberikan ganti kerugian yang layak. Pencabutan hak atas tanah harus dilakukan dengan berdasarkan hukum, tujuan dan syarat yang jelas, prosedur yang tertib, ganti kerugian yang layak, serta penyelesaian sengketa yang adil. Pencabutan hak atas tanah merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam bidang pertanahan yang harus dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan hukum.