Tanah adalah salah satu sumber kekayaan yang sangat penting bagi manusia. Tanah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai modal usaha, investasi, dan warisan. Oleh karena itu, jual beli tanah merupakan transaksi yang sering terjadi dalam masyarakat.
Namun, jual beli tanah tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada beberapa aturan hukum yang harus dipenuhi agar jual beli tanah sah dan tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari. Aturan hukum tersebut berasal dari berbagai sumber, yaitu hukum adat, hukum perdata barat, dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat
Hukum adat adalah kumpulan norma-norma hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat secara turun-temurun. Hukum adat mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk jual beli tanah.
Menurut hukum adat, jual beli tanah bukan merupakan suatu perjanjian, melainkan suatu perbuatan yang mengakibatkan peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli. Jual beli tanah menurut hukum adat sah jika memenuhi syarat-syarat berikut:
- Adanya tindakan terang, yaitu perjanjian jual beli yang dilakukan secara terbuka di hadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atau kepala adat/kepala desa setempat dan disaksikan oleh masyarakat.
- Adanya uang tunai, yaitu pembayaran harga yang dilakukan secara langsung dan sekaligus pada saat peralihan hak atas tanah.
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka jual beli tanah menurut hukum adat menghasilkan akibat hukum sebagai berikut:
- Pembeli menjadi pemilik baru atas tanah yang dibeli dan berhak menguasai dan memanfaatkannya sesuai dengan ketentuan hukum adat setempat.
- Penjual kehilangan hak milik atas tanah yang dijual dan tidak boleh mengganggu atau merugikan hak pembeli.
- Pembeli berhak mendapatkan perlindungan hukum dari negara jika terjadi sengketa atau gugatan atas tanah yang dibeli.
Jual Beli Tanah Menurut Hukum Perdata Barat
Hukum perdata barat adalah sistem hukum yang berasal dari Eropa Barat dan diterapkan di Indonesia sejak masa kolonial Belanda. Hukum perdata barat mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan hubungan antara orang-orang sipil, termasuk jual beli tanah.
Menurut hukum perdata barat, jual beli tanah merupakan suatu perjanjian yang mengikat para pihak untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut. Jual beli tanah menurut hukum perdata barat sah jika memenuhi syarat-syarat berikut:
- Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli mengenai objek dan harga tanah yang dijual beli.
- Adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian jual beli tanah.
- Adanya sebab yang halal dan tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka jual beli tanah menurut hukum perdata barat menghasilkan akibat hukum sebagai berikut:
- Penjual berkewajiban untuk menyerahkan tanah yang dijual kepada pembeli dan menjamin bahwa tanah tersebut bebas dari segala hak orang lain.
- Pembeli berkewajiban untuk membayar harga yang disepakati kepada penjual dan menanggung biaya-biaya yang timbul dari jual beli tanah.
- Pembeli menjadi pemilik baru atas tanah yang dibeli dan berhak menguasai dan memanfaatkannya sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Jual Beli Tanah Menurut UUPA
UUPA adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. UUPA merupakan undang-undang yang mengatur tentang pengaturan, pemberian, pemakaian, pengusahaan, dan pemeliharaan hak-hak atas tanah di Indonesia. UUPA mengakui dan menghormati keberadaan hukum adat, tetapi juga memberikan ketentuan-ketentuan yang bersifat nasional dan umum.
Menurut UUPA, jual beli tanah merupakan salah satu cara peralihan hak atas tanah dari satu orang kepada orang lain. Jual beli tanah menurut UUPA sah jika memenuhi syarat-syarat berikut:
- Adanya perjanjian jual beli yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak di hadapan PPAT.
- Adanya pendaftaran peralihan hak atas tanah pada kantor pertanahan setempat dengan melampirkan dokumen-dokumen yang diperlukan.
- Adanya penerbitan sertifikat hak atas tanah baru atas nama pembeli oleh kantor pertanahan setempat.
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka jual beli tanah menurut UUPA menghasilkan akibat hukum sebagai berikut:
- Pembeli menjadi pemegang hak atas tanah baru yang dibuktikan dengan sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh kantor pertanahan setempat.
- Penjual melepaskan hak atas tanah yang dijual dan tidak boleh mengganggu atau merugikan hak pembeli.
- Pembeli berhak mendapatkan perlindungan hukum dari negara jika terjadi sengketa atau gugatan atas tanah yang dibeli.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cara jual beli tanah menurut hukum adat, hukum perdata barat, dan UUPA memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa jual beli tanah harus dilakukan dengan itikad baik, adil, dan transparan oleh para pihak. Perbedaannya adalah bahwa jual beli tanah menurut hukum adat lebih mengutamakan tindakan terang dan uang tunai, jual beli tanah menurut hukum perdata barat lebih mengutamakan kesepakatan dan kecakapan para pihak, dan jual beli tanah menurut UUPA lebih mengutamakan tertulisnya perjanjian, pendaftaran peralihan hak, dan penerbitan sertifikat hak atas tanah.
Oleh karena itu, dalam melakukan jual beli tanah, para pihak harus memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku agar jual beli tanah sah dan tidak bermasalah di kemudian hari. Jika terjadi sengketa atau gugatan atas jual beli tanah, para pihak dapat menyelesaikannya melalui jalur musyawarah, mediasi, arbitrase, atau pengadilan sesuai dengan hukum yang berlaku.