Konflik adalah suatu proses yang dimulai ketika suatu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Konflik dapat terjadi di mana saja, termasuk di dalam organisasi. Namun, apakah konflik selalu berdampak buruk bagi organisasi? Bagaimana konflik mempengaruhi keefektifan organisasi?
Pandangan Tradisional dan Interactionis tentang Konflik
Ada dua pandangan utama tentang konflik dalam organisasi, yaitu pandangan tradisional dan pandangan interactionis. Pandangan tradisional mengasumsikan bahwa semua konflik adalah jelek dan harus dihindari. Konflik hanya merintangi koordinasi dan kerjasama tim yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Konflik juga menyebabkan kekerasan, kehancuran, dan irasionalitas. Oleh karena itu, salah satu tanggung jawab manajemen adalah mencoba memastikan bahwa konflik tidak timbul dan jika terjadi agar bertindak dengan cepat untuk memecahkannya.
Sebaliknya, pandangan interactionis menyatakan bahwa konflik adalah hal yang wajar dan bahkan diperlukan dalam organisasi. Konflik adalah fungsional jika dapat memprakarsai pencarian cara-cara baru dan lebih baik dalam melakukan sesuatu dan mengurangi rasa puas diri dalam organisasi. Konflik juga dapat mendorong semangat kerja dalam menghadapi persaingan, sebagai alat untuk mendiagnosa kemungkinan terjadinya masalah, memacu kreativitas dalam mencari solusi dan berpikir kreatif, menstimulasi karyawan untuk fokus pada tugas, mendapatkan feedback atau mendorong individu yang sebelumnya pasif menjadi aktif, dan sebagai pengaman jika konflik sering terjadi.
Namun, pandangan interactionis tidak mengatakan bahwa semua konflik adalah fungsional. Ada konflik yang menimbulkan pengaruh negatif terhadap keefektifan organisasi. Dalam hal demikian, seperti pada pandangan tradisional, manajemen harus berusaha mengurangi konflik tersebut. Pandangan interactionis secara tidak langsung mengatakan adanya peran yang lebih luas bagi manajer dalam menanggapi konflik dibandingkan yang dilakukan pandangan tradisional. Pekerjaan manajer adalah menciptakan suatu lingkungan dimana konflik itu menjadi sehat tetapi tidak diizinkan untuk menjadi ekstrim.
Contoh Kasus Konflik dalam Organisasi
Untuk lebih memahami bagaimana konflik mempengaruhi keefektifan organisasi, berikut adalah beberapa contoh kasus konflik yang terjadi di berbagai organisasi:
- Konflik antara karyawan dan manajer di PT XYZ. Karyawan merasa tidak puas dengan sistem penilaian kinerja yang diterapkan oleh manajer. Mereka merasa sistem tersebut tidak adil dan tidak transparan. Mereka juga merasa tidak mendapatkan penghargaan yang sesuai dengan hasil kerja mereka. Akibatnya, karyawan sering melakukan protes dan mogok kerja. Hal ini mengganggu produktivitas dan kualitas kerja perusahaan. Manajer berusaha menyelesaikan konflik dengan melakukan dialog dan negosiasi dengan karyawan. Mereka juga merevisi sistem penilaian kinerja agar lebih objektif dan akuntabel. Dengan demikian, konflik ini dapat diselesaikan dengan baik dan meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja karyawan.
- Konflik antara dua divisi di PT ABC. Divisi A dan divisi B memiliki tujuan yang berbeda dalam menjalankan proyek bersama. Divisi A ingin menyelesaikan proyek secepat mungkin dengan biaya seminimal mungkin. Divisi B ingin menjamin kualitas proyek dengan melakukan pengujian yang menyeluruh dan mendetail. Hal ini menyebabkan ketegangan dan pertentangan antara kedua divisi. Mereka saling menyalahkan jika ada kesalahan atau keterlambatan dalam proyek. Hal ini menghambat kerjasama dan koordinasi antara kedua divisi. Manajer proyek berusaha menyelesaikan konflik dengan mengadakan rapat bersama kedua divisi. Mereka juga membuat perjanjian kerjasama yang jelas dan rinci tentang tanggung jawab, batas waktu, anggaran, standar kualitas, dan mekanisme komunikasi antara kedua divisi. Dengan demikian, konflik ini dapat diselesaikan dengan baik dan meningkatkan sinergi dan efisiensi kerja antara kedua divisi.
- Konflik antara perusahaan dan pihak eksternal di PT RST. Perusahaan menghadapi tuntutan hukum dari salah satu pelanggan yang merasa dirugikan oleh produk perusahaan. Pelanggan mengklaim bahwa produk perusahaan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan dan menyebabkan kerusakan pada barang milik pelanggan. Perusahaan membantah tuntutan tersebut dengan mengatakan bahwa produk perusahaan sudah sesuai dengan standar kualitas yang berlaku dan tidak ada cacat produksi. Perusahaan juga mengatakan bahwa kerusakan pada barang pelanggan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan penggunaan oleh pelanggan itu sendiri. Hal ini menyebabkan perselisihan dan sengketa antara perusahaan dan pelanggan. Hal ini merugikan reputasi dan citra perusahaan di mata publik. Perusahaan berusaha menyelesaikan konflik dengan melakukan mediasi dengan pelanggan. Mereka juga memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada pelanggan sesuai dengan kesepakatan bersama. Dengan demikian, konflik ini dapat diselesaikan dengan baik dan meningkatkan hubungan dan kepercayaan antara perusahaan dan pelanggan.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik dapat mempengaruhi keefektifan organisasi secara positif maupun negatif tergantung pada jenis, tingkat, sumber, penyebab, dampak, dan cara penyelesaian konflik tersebut. Konflik dapat menjadi fungsional jika dapat mendorong perubahan, inovasi, kreativitas, semangat kerja, feedback, dan pengaman dalam organisasi.