Bagaimana Kesiapan Ekonomi Indonesia dalam Menghadapi Globalisasi?

Bagaimana Kesiapan Ekonomi Indonesia dalam Menghadapi Globalisasi?

Posted on

Globalisasi adalah fenomena yang tidak bisa dihindari oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Globalisasi membawa dampak positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi suatu negara. Dampak positifnya adalah adanya peluang untuk memperluas pasar, meningkatkan kerjasama, dan memperoleh teknologi. Dampak negatifnya adalah adanya persaingan yang ketat, ancaman krisis, dan ketimpangan sosial.

Indonesia sebagai negara berkembang yang memiliki potensi besar dalam sumber daya alam, tenaga kerja, dan pasar domestik harus mampu memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh globalisasi. Untuk itu, Indonesia harus memiliki kesiapan ekonomi yang baik dalam menghadapi globalisasi.

Kesiapan ekonomi Indonesia dalam menghadapi globalisasi dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:

Aspek Perdagangan

Indonesia telah berpartisipasi dalam berbagai perjanjian perdagangan bebas baik di tingkat regional maupun internasional. Tujuannya adalah untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor Indonesia di pasar global. Beberapa perjanjian perdagangan bebas yang telah ditandatangani atau sedang dinegosiasikan oleh Indonesia antara lain adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area), CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement), RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership), IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement), dan I-EU CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada bulan Mei 2021 mengalami surplus sebesar 2,36 miliar dolar AS. Surplus ini didorong oleh kenaikan ekspor sebesar 58,76 persen dibandingkan dengan bulan Mei 2020. Ekspor Indonesia terbesar adalah ke China, Amerika Serikat, dan Jepang. Komoditas ekspor utama Indonesia adalah batu bara, minyak sawit mentah, bijih nikel, karet alam, dan tembaga.

Baca Juga:  Organisasi yang Didirikan oleh Belanda untuk Memonopoli Perdagangan serta Memperkuat Kedudukannya di Nusantara adalah VOC

Namun demikian, Indonesia juga harus menghadapi tantangan dalam perdagangan internasional, seperti persaingan dengan negara-negara lain yang memiliki produk serupa atau lebih murah, hambatan tarif dan non-tarif yang diberlakukan oleh negara tujuan ekspor, serta ketergantungan pada impor bahan baku dan barang modal. Oleh karena itu, Indonesia harus meningkatkan daya saing produknya dengan cara meningkatkan kualitas, diversifikasi, nilai tambah, dan inovasi. Selain itu, Indonesia juga harus memperkuat kerjasama dengan negara-negara mitra dagangnya untuk menciptakan iklim perdagangan yang adil dan saling menguntungkan.

Aspek Investasi

Investasi adalah salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Investasi dapat meningkatkan kapasitas produksi, menciptakan lapangan kerja, dan memperbaiki infrastruktur. Investasi dapat berasal dari dalam negeri (domestik) maupun luar negeri (asing).

Indonesia memiliki potensi besar untuk menarik investasi asing karena memiliki pasar yang besar, tenaga kerja yang murah dan terampil, sumber daya alam yang melimpah, serta stabilitas politik dan keamanan yang terjaga. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi asing di Indonesia pada kuartal I 2021 mencapai 111 triliun rupiah atau naik 14 persen dibandingkan dengan kuartal I 2020. Negara asal investasi asing terbesar di Indonesia adalah Singapura, China, Hong Kong, Jepang, dan Belanda. Sektor-sektor yang mendapatkan investasi asing terbesar di Indonesia adalah listrik, gas dan air bersih; industri logam dasar; industri kimia dan barang dari kimia; industri makanan; serta industri mesin dan peralatan.

Baca Juga:  Apakah Globalisasi Masih Diperlukan di Era Pasca-Pandemi?

Namun demikian, Indonesia juga harus menghadapi tantangan dalam menarik investasi asing, seperti birokrasi yang rumit dan lambat, peraturan yang tidak konsisten dan tidak transparan, infrastruktur yang belum memadai, serta masalah lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Oleh karena itu, Indonesia harus melakukan reformasi struktural untuk meningkatkan iklim investasi di dalam negeri dengan cara menyederhanakan perizinan usaha, memberantas korupsi dan praktik monopoli atau oligopoli, memperbaiki infrastruktur fisik dan digital, serta melindungi lingkungan hidup dan hak asasi manusia.

Aspek Keuangan

Keuangan adalah salah satu instrumen penting dalam mengelola perekonomian suatu negara. Keuangan dapat berfungsi sebagai alat pembayaran, alat tukar, alat penimbun kekayaan, dan alat pengatur perekonomian. Keuangan dapat bersifat konvensional maupun syariah.

Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan sektor keuangan di dalam negeri maupun di tingkat global. Beberapa upaya tersebut antara lain adalah menerbitkan obligasi pemerintah (surat utang negara) baik konvensional maupun syariah untuk membiayai defisit anggaran negara; mendorong inklusi keuangan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal; mendorong digitalisasi keuangan untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi layanan keuangan; serta mendorong keuangan berkelanjutan untuk mendukung pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan.

Menurut data Bank Indonesia (BI), pertumbuhan sektor keuangan di Indonesia pada bulan April 2021 mencapai 6 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan kredit perbankan sebesar 1 persen secara tahunan; peningkatan dana pihak ketiga perbankan sebesar 9 persen secara tahunan; peningkatan aset industri jasa keuangan non bank sebesar 12 persen secara tahunan; serta peningkatan nilai transaksi uang elektronik sebesar 32 persen secara tahunan.

Baca Juga:  Apa Nama Alat untuk Mewarnai Kerajinan dari Tanah Liat?

Namun demikian, Indonesia juga harus menghadapi tantangan dalam mengembangkan sektor keuangan di era globalisasi ini, seperti risiko volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akibat arus modal keluar masuk yang cepat; risiko likuiditas akibat ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran dana; risiko stabilitas sistem keuangan akibat gejolak pasar global atau domestik; serta risiko sosial akibat ketimpangan akses dan manfaat dari layanan keuangan bagi masyarakat. Oleh karena itu, Indonesia harus melakukan koordinasi antara otoritas moneter (BI), otoritas fiskal (Kementerian Keuangan), otoritas jasa keuangan (OJK), serta otoritas lainnya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan di dalam negeri.

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesiapan ekonomi Indonesia dalam menghadapi globalisasi masih perlu ditingkatkan dari berbagai aspek, yaitu perdagangan, investasi, dan keuangan. Indonesia harus mampu memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh globalisasi dengan cara meningkatkan daya saing produk, meningkatkan iklim investasi, meningkatkan inklusi dan inovasi keuangan, serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Pos Terkait: