Sunan Giri adalah salah satu anggota Wali Songo yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Ia berasal dari Blambangan, Jawa Timur, dan memiliki beberapa nama lain, seperti Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden Ainul Yaqin, dan Jaka Samudra. Ia juga merupakan murid sekaligus menantu dari Sunan Ampel.
Sunan Giri memiliki strategi dakwah yang meliputi tiga bidang utama, yaitu pendidikan, budaya, dan politik. Berikut penjelasan lebih lanjut tentang masing-masing bidang tersebut.
Dakwah melalui Pendidikan
Sunan Giri dikenal sebagai pendiri pesantren pertama di Gresik, yaitu Pesantren Giri. Pesantren ini kemudian berkembang menjadi pusat kekuasaan atau kerajaan yang disebut Giri Kedaton. Di sini, Sunan Giri mengajarkan ajaran Islam kepada santri-santrinya yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara, seperti Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Inti ajaran yang disampaikan Sunan Giri adalah tentang tauhid, syariat, dan akhlak. Ia juga mengajarkan ilmu-ilmu agama, seperti tafsir, hadis, fiqih, tasawuf, dan ilmu kalam. Selain itu, ia juga mengajarkan ilmu-ilmu umum, seperti bahasa Arab, sastra, sejarah, astronomi, dan matematika.
Sunan Giri juga memanfaatkan pesantren sebagai tempat untuk melatih kader-kader dakwah yang akan menyebarkan Islam ke daerah-daerah lain. Ia juga memberikan gelar-gelar kehormatan kepada santri-santrinya yang berprestasi, seperti Kiai, Raden, Pangeran, dan Sultan.
Dakwah melalui Budaya
Sunan Giri juga menggunakan seni dan budaya sebagai media dakwah untuk menarik minat masyarakat. Ia menciptakan berbagai lagu Jawa dan lagu untuk permainan anak-anak yang mengandung ajaran-ajaran Islam. Salah satu yang terkenal adalah cublak-cublak suweng, yang mengajarkan agar manusia tidak menuruti hawa nafsu dan keserakahan dalam mencari harta atau kebahagiaan.
Selain itu, Sunan Giri juga mengadaptasi beberapa tradisi Hindu dan Budha yang sudah ada di masyarakat dengan memberikan makna Islam. Misalnya, ia mengubah upacara sedekah laut menjadi upacara haul Sunan Giri yang dilakukan setiap tahun pada tanggal 12 Rabiul Awal. Ia juga mengubah upacara ruwatan menjadi upacara meruwat bumi yang bertujuan untuk membersihkan diri dan lingkungan dari hal-hal negatif.
Dakwah melalui Politik
Sunan Giri juga memanfaatkan kekuasaan politik sebagai sarana dakwah. Ia mendirikan kerajaan Giri Kedaton yang menjadi salah satu kerajaan Islam terbesar di Jawa Timur pada masanya. Kerajaan ini memiliki pengaruh yang kuat di wilayah Indonesia bagian timur, bahkan sampai ke Maluku.
Sunan Giri juga menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan lain, baik yang beragama Islam maupun yang belum. Ia berusaha untuk menjaga perdamaian dan kerukunan antara umat beragama. Ia juga membantu kerajaan Demak dalam perjuangan melawan penjajah Portugis di Malaka.
Sunan Giri juga memberikan contoh kepada rakyatnya tentang kepemimpinan yang adil, bijaksana, dan berwibawa. Ia mengatur pemerintahan dengan sistem yang tertib dan efisien. Ia juga memberlakukan hukum Islam dengan fleksibel dan toleran.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Sunan Giri memiliki strategi dakwah yang komprehensif dan efektif. Ia mampu menyesuaikan diri dengan kondisi sosial, budaya, dan politik masyarakat pada masanya. Ia juga mampu menggabungkan berbagai metode dakwah, seperti pendidikan, seni, budaya, dan politik. Dengan demikian, ia berhasil menyebarkan Islam ke berbagai daerah di Nusantara dengan damai dan harmonis.