Jual beli tanah adalah salah satu cara untuk melakukan peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli. Jual beli tanah harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Salah satu hukum yang mengatur tentang jual beli tanah adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
UUPA merupakan hukum dasar yang mengatur tentang segala hal yang berkaitan dengan tanah di Indonesia, termasuk hak-hak atas tanah, penggunaan tanah, pendaftaran tanah, dan peralihan hak atas tanah. UUPA mengakui beberapa jenis hak atas tanah, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan, dan hak milik atas satuan rumah susun.
Dalam UUPA, jual beli tanah hanya disebutkan dalam Pasal 26 yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal lainnya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, tukar menukar, atau hibah wasiat.
Syarat Jual Beli Tanah Menurut UUPA
Jual beli tanah menurut UUPA harus memenuhi syarat materiil dan syarat formil. Syarat materiil adalah syarat yang berkaitan dengan isi atau substansi dari perjanjian jual beli tanah. Syarat formil adalah syarat yang berkaitan dengan bentuk atau prosedur dari perjanjian jual beli tanah.
Syarat materiil jual beli tanah menurut UUPA antara lain adalah:
- Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan. Artinya, pembeli harus memenuhi syarat untuk memiliki hak atas tanah yang akan dibelinya. Misalnya, jika tanah yang dibeli adalah tanah hak milik, maka pembeli harus berstatus sebagai warga negara Indonesia tunggal atau badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah (Pasal 21 UUPA). Jika pembeli berkewarganegaraan asing atau badan hukum yang tidak dikecualikan pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah jatuh pada negara (Pasal 26 ayat (2) UUPA).
- Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan. Artinya, penjual harus memiliki hak yang sah atas tanah yang dijualnya dan tidak ada pihak lain yang berkeberatan atau bersengketa atas tanah tersebut. Jika penjual bukan pemilik tunggal dari tanah tersebut, maka penjual harus mendapatkan persetujuan dari pemilik lainnya untuk menjual tanah tersebut.
- Tanah yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak sedang dalam sengketa. Artinya, tanah yang dijual harus merupakan tanah hak yang dapat dialihkan sesuai dengan UUPA, yaitu hak milik (Pasal 20), hak guna usaha (Pasal 28), hak guna bangunan (Pasal 35), dan hak pakai (Pasal 41). Selain itu, tanah yang dijual tidak boleh sedang dalam perkara atau dipersoalkan oleh pihak lain.
Syarat formil jual beli tanah menurut UUPA antara lain adalah:
- Jual beli dilakukan secara terang dan tunai. Artinya, jual beli dilakukan di hadapan pejabat umum yang berwenang dan dibayarkan secara lunas pada saat akta dibuat.
- Jual beli dibuat dalam bentuk akta otentik oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Artinya, jual beli harus dibuat dalam bentuk tertulis oleh pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah untuk membuat akta peralihan hak atas tanah.
- Jual beli didaftarkan di kantor pertanahan setempat. Artinya, jual beli harus dicatatkan di buku tanah dan diberikan sertifikat sebagai alat bukti yang kuat mengenai sahnya peralihan hak atas tanah.
Prosedur Jual Beli Tanah Menurut UUPA
Jika syarat-syarat jual beli tanah menurut UUPA telah dipenuhi, maka prosedur jual beli tanah dapat dilakukan sebagai berikut:
- Penjual dan pembeli membuat surat perjanjian jual beli sementara (SPJB) sebagai kesepakatan awal mengenai objek dan harga jual beli.
- Penjual dan pembeli melakukan pengecekan fisik dan yuridis terhadap objek jual beli untuk memastikan status dan kondisi tanah tersebut.
- Penjual dan pembeli membayar pajak-pajak terkait dengan jual beli tanah, seperti pajak penghasilan (PPh) final pasal 4 ayat (2), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), bea balik nama sertifikat (BBN), dan biaya balik nama PBB.
- Penjual dan pembeli datang ke kantor PPAT untuk membuat akta jual beli (AJB) secara otentik dengan membawa dokumen-dokumen yang diperlukan, seperti KTP masing-masing pihak, sertifikat asli objek jual beli, SPJB sementara, bukti pembayaran pajak-pajak terkait, surat keterangan waris jika penjual adalah ahli waris pemilik sebelumnya, surat kuasa jika salah satu pihak diwakili oleh orang lain, dan dokumen-dokumen lain sesuai dengan jenis objek jual beli.
- Penjual dan pembeli datang ke kantor pertanahan setempat untuk mendaftarkan peralihan hak atas tanah dengan membawa AJB otentik beserta dokumen-dokumen pendukung lainnya.
- Kantor pertanahan melakukan verifikasi dan validasi terhadap dokumen-dokumen yang diajukan serta melakukan pengukuran ulang terhadap objek jual beli jika diperlukan.
- Kantor pertanahan menerbitkan sertifikat baru atas nama pembeli sebagai pemegang hak baru atas objek jual beli.
Demikianlah artikel tentang bagaimana cara jual beli tanah menurut UUPA. Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda yang ingin melakukan transaksi jual beli tanah secara sah dan aman.