Bagaimana Cara Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat

Bagaimana Cara Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat

Posted on

Tanah adalah salah satu sumber kekayaan yang penting bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat adat. Tanah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, bercocok tanam, atau berusaha, tetapi juga sebagai simbol identitas, budaya, dan sejarah. Oleh karena itu, tanah memiliki nilai yang tinggi dan harus dijaga dengan baik.

Salah satu cara menjaga tanah adalah dengan melakukan peralihan hak atas tanah secara sah dan benar. Peralihan hak atas tanah adalah suatu perbuatan hukum yang menyebabkan berpindahnya hak atas tanah dari pemilik lama ke pemilik baru. Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah adalah jual beli.

Jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harga-harga tanah dibayar secara kontan, atau baru dibayar sebagian (tunai dianggap tunai).

Jual beli tanah menurut hukum adat memiliki beberapa unsur, yaitu:

  • Kesesuaian harga dan barang
  • Pembayaran dan penyerahan dilakukan secara serentak
  • Dikerjakan secara tertulis (surat jual beli tanah) maupun secara lisan
  • Dikerjakan di hadapan kepala adat/kepala desa dan sekretaris desa sebagai saksi-saksi atas peristiwa tersebut
Baca Juga:  Gerakan Khas Renang Gaya Kupu-Kupu yang Tidak Ada di Gaya Lainnya

Jual beli tanah menurut hukum adat dimasukkan dalam hukum benda, khususnya hukum benda tetap atau hukum tanah, tidak dalam hukum perikatan khususnya hukum perjanjian. Hal ini karena jual beli tanah menurut hukum adat bukan merupakan suatu perjanjian, sehingga tidak mewajibkan para pihak untuk melaksanakan jual beli tersebut.

Jual beli tanah menurut hukum adat juga harus memperhatikan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan status dan fungsi tanah. Misalnya, apakah tanah tersebut merupakan tanah ulayat atau tanah milik perseorangan, apakah tanah tersebut memiliki fungsi sosial atau ekonomis, apakah ada larangan atau batasan untuk menjual atau membeli tanah tersebut.

Selain itu, jual beli tanah menurut hukum adat juga harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum nasional yang berlaku. Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menyatakan bahwa hukum adat adalah sumber utama pembangunan hukum tanah nasional kita. Namun demikian, hukum adat yang dimaksud adalah hukum adat yang telah disempurnakan atau disesuaikan dengan prinsip-prinsip nasional.

Oleh karena itu, jual beli tanah menurut hukum adat harus memenuhi syarat-syarat formal dan materiil yang ditetapkan oleh UUPA dan peraturan pelaksanaannya. Misalnya, jual beli tanah harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat untuk mendapatkan sertifikat hak atas tanah, jual beli tanah harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang, jual beli tanah harus memperhatikan hak-hak pihak ketiga yang terkena dampaknya.

Baca Juga:  Apakah Perbedaan Pertahanan Nonspesifik dengan Pertahanan Spesifik?

Dengan demikian, jual beli tanah menurut hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang kompleks dan memerlukan kehati-hatian. Para pihak yang terlibat dalam jual beli tanah harus mengerti dan menghormati nilai-nilai adat yang melekat pada tanah, sekaligus mematuhi aturan-aturan hukum nasional yang mengaturnya. Dengan begitu, jual beli tanah dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.

Pos Terkait:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *