Pandemi COVID-19 yang melanda dunia sejak awal tahun 2020 telah menimbulkan dampak yang sangat besar bagi berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk perekonomian. Banyak negara yang mengalami kontraksi ekonomi, peningkatan pengangguran, penurunan konsumsi, dan gangguan pada sektor usaha akibat pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat untuk mencegah penyebaran virus. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan, apakah pandemi seperti ini dapat menyebabkan krisis dalam ilmu ekonomi?
Pengertian Krisis Ekonomi
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu krisis ekonomi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), krisis ekonomi adalah keadaan sulit dalam bidang ekonomi yang ditandai dengan menurunnya produksi, pendapatan, dan daya beli masyarakat. Krisis ekonomi biasanya disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal yang mengganggu keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang dan jasa di pasar.
Krisis ekonomi dapat berdampak negatif bagi suatu negara, seperti menurunnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya inflasi, melemahnya nilai tukar mata uang, menurunnya cadangan devisa, meningkatnya utang luar negeri, menurunnya investasi, dan meningkatnya kemiskinan dan ketimpangan sosial. Krisis ekonomi juga dapat memicu krisis politik dan sosial yang dapat mengancam stabilitas dan keamanan suatu negara.
Penyebab Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam negeri itu sendiri, seperti kebijakan pemerintah yang tidak tepat, korupsi, ketidakmampuan mengelola sumber daya alam dan manusia, ketidakstabilan politik dan sosial, dan lain-lain. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar negeri, seperti perang, bencana alam, wabah penyakit, fluktuasi harga komoditas global, tekanan geopolitik, dan lain-lain.
Pandemi COVID-19 merupakan salah satu contoh faktor eksternal yang dapat menyebabkan krisis ekonomi. Pandemi ini telah mengganggu rantai pasok global, menghambat mobilitas barang dan orang, menurunkan permintaan dan penawaran barang dan jasa, mengurangi pendapatan dan daya beli masyarakat, serta menimbulkan ketidakpastian dan kepanikan di pasar keuangan. Pandemi ini juga telah memaksa pemerintah di berbagai negara untuk mengeluarkan stimulus fiskal dan moneter yang besar untuk menjaga perekonomian tetap berjalan. Namun, hal ini juga berpotensi menimbulkan masalah baru di masa depan, seperti defisit anggaran, utang publik yang membengkak, inflasi yang tinggi, dan lain-lain.
Dampak Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 telah berdampak bagi hampir semua negara di dunia. Menurut data dari International Monetary Fund (IMF), pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020 diperkirakan minus 3%, terburuk sejak Depresi Besar pada tahun 1930-an. Selain itu, IMF juga memperkirakan bahwa sekitar 95 juta orang akan jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem akibat pandemi ini.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki perekonomian terbesar di Asia Tenggara juga tidak luput dari dampak krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 minus 2,07%, pertama kalinya sejak krisis moneter pada tahun 1998. Selain itu, BPS juga mencatat bahwa angka kemiskinan Indonesia pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang atau 10,19% dari total penduduk, meningkat 2,76 juta orang atau 0,97% dari Maret 2020.
Beberapa sektor yang terkena dampak krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 di Indonesia antara lain adalah sektor pariwisata, transportasi, perdagangan, industri pengolahan, dan UMKM. Sektor-sektor ini mengalami penurunan pendapatan dan laba, penutupan usaha, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan kesulitan modal usaha akibat menurunnya permintaan dan pembatasan aktivitas masyarakat. Di sisi lain, sektor-sektor yang relatif tahan terhadap krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 di Indonesia antara lain adalah sektor pertanian, kesehatan, telekomunikasi, dan e-commerce. Sektor-sektor ini mengalami peningkatan permintaan dan produksi akibat perubahan pola konsumsi dan perilaku masyarakat yang lebih mengutamakan kebutuhan dasar dan digital.
Upaya Mengatasi Krisis Ekonomi
Untuk mengatasi krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah strategis, baik di sisi fiskal maupun moneter. Di sisi fiskal, pemerintah telah mengeluarkan paket stimulus anggaran sebesar Rp 699,43 triliun untuk mendukung penanganan kesehatan, perlindungan sosial, pemulihan ekonomi nasional (PEN), dan dukungan sektor keuangan. Di sisi moneter, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak lima kali sejak awal tahun 2020 hingga mencapai 3,75%, terendah sejak tahun 2016. Selain itu, BI juga telah melakukan intervensi pasar uang dan valas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan likuiditas perbankan.
Selain pemerintah dan BI, masyarakat dan pelaku usaha juga memiliki peran penting dalam mengatasi krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19. Masyarakat perlu tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan untuk memutus rantai penularan virus dan mengurangi risiko terinfeksi. Masyarakat juga perlu bijak dalam mengelola keuangan pribadi dan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pokok dan menabung untuk masa depan. Pelaku usaha perlu beradaptasi dengan kondisi pasar yang berubah akibat pandemi COVID-19 dengan melakukan inovasi produk, layanan, dan model bisnis yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen. Pelaku usaha juga perlu memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi operasional, produktivitas kerja, dan jangkauan pasar.
Kesimpulan
Pandemi COVID-19 merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat menyebabkan krisis ekonomi di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Krisis ekonomi ini ditandai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengangguran, penurunan konsumsi, dan gangguan pada sektor usaha akibat pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat untuk mencegah penyebaran virus. Krisis ekonomi ini juga berdampak negatif bagi kesejahteraan sosial dan stabilitas politik suatu negara.