Pemilu yang dilaksanakan pada tahun 1955 adalah pemilu pertama di Indonesia yang diadakan setelah kemerdekaan. Pemilu ini sering disebut sebagai pemilu paling demokratis di Indonesia karena berlangsung dengan aman, tertib, dan tingkat partisipasi suara rakyat yang tinggi. Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante, yaitu lembaga yang bertugas untuk menyusun konstitusi baru bagi negara Indonesia.
Latar Belakang Pemilu 1955
Pemilu 1955 dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum. UU ini disahkan setelah melalui proses perdebatan panjang di DPR karena adanya perbedaan pandangan antara partai-partai politik mengenai sistem pemilihan, daerah pemilihan, dan alokasi kursi. Akhirnya, disepakati bahwa sistem pemilihan yang digunakan adalah sistem perwakilan proporsional, yaitu sistem yang mengatur bahwa setiap daerah pemilihan akan mendapatkan sejumlah kursi sesuai dengan jumlah penduduknya, dengan ketentuan setiap daerah berhak mendapat jatah minimum 6 kursi untuk Konstituante dan 3 kursi untuk DPR. Selain itu, wilayah Indonesia dibagi menjadi 16 daerah pemilihan, namun daerah ke-16 yaitu Irian Barat tidak dapat melaksanakan pemilu karena masih dikuasai oleh Belanda.
Pelaksanaan Pemilu 1955
Pemilu 1955 dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
- Tahap pertama adalah pemilu untuk memilih anggota DPR yang dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955. Pemilu ini diikuti oleh 29 partai politik dan individu yang terdaftar sebagai peserta pemilu. Jumlah pemilih yang terdaftar adalah sekitar 43 juta orang dan jumlah yang menggunakan hak pilihnya adalah sekitar 37 juta orang atau sekitar 87 persen dari jumlah pemilih terdaftar.
- Tahap kedua adalah pemilu untuk memilih anggota Konstituante yang dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955. Pemilu ini diikuti oleh 28 partai politik dan individu yang terdaftar sebagai peserta pemilu. Jumlah pemilih yang terdaftar adalah sekitar 43 juta orang dan jumlah yang menggunakan hak pilihnya adalah sekitar 35 juta orang atau sekitar 82 persen dari jumlah pemilih terdaftar.
Hasil Pemilu 1955
Hasil pemilu 1955 menunjukkan bahwa tidak ada satu partai politik pun yang mendapatkan mayoritas suara atau kursi di DPR maupun Konstituante. Partai-partai politik yang mendapatkan suara dan kursi terbanyak adalah Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Katolik, dan Parkindo. Berikut adalah tabel perolehan suara dan kursi partai-partai politik dalam pemilu 1955:
No | Partai Politik | Suara | Persentase | Kursi DPR | Kursi Konstituante |
---|---|---|---|---|---|
1 | PNI | 8.434.653 | 22,3% | 57 | 57 |
2 | Masyumi | 7.903.886 | 20,9% | 57 | 57 |
3 | NU | 6.955.141 | 18,4% | 45 | 45 |
4 | PKI | 6.176.914 | 16,4% | 39 | 39 |
5 | PSI | 1.091.160 | 2,89% | 8 | 8 |
6 | Parkindo | 1.003.325 | 2,6% | 8 | 8 |
7 | Partai Katolik | 770.740 | 2% | 6 | 6 |
8 | PSII | 753.191 | 1,99% | 5 | 5 |
9 -16 | Lain-lain | – | – | – | – |
Dampak Pemilu 1955
Pemilu 1955 menghasilkan beberapa dampak penting bagi perkembangan politik dan konstitusional di Indonesia, yaitu:
- Pemilu 1955 menunjukkan bahwa rakyat Indonesia memiliki kesadaran politik yang tinggi dan mampu menggunakan hak pilihnya secara demokratis.
- Pemilu 1955 menunjukkan bahwa partai-partai politik di Indonesia memiliki basis massa yang kuat dan beragam sesuai dengan latar belakang ideologi, agama, etnis, dan daerah.
- Pemilu 1955 menunjukkan bahwa tidak ada satu partai politik pun yang dapat mengklaim sebagai wakil tunggal rakyat Indonesia atau sebagai pemenang mutlak dalam pemilu.
- Pemilu 1955 menimbulkan tantangan bagi pembentukan pemerintahan koalisi yang stabil dan efektif karena adanya persaingan dan perbedaan kepentingan antara partai-partai politik.
- Pemilu 1955 menimbulkan tantangan bagi penyusunan konstitusi baru oleh Konstituante karena adanya perbedaan pandangan mengenai dasar negara, bentuk negara, sistem pemerintahan, dan hubungan antara pusat dan daerah.