Kerajaan Gowa Tallo atau Kerajaan Makassar adalah salah satu kerajaan Islam terbesar di Indonesia bagian timur yang berpusat di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-17, ketika menjadi pusat perdagangan dan mengembangkan berbagai inovasi di bidang pemerintahan, ekonomi, militer, dan sosial budaya. Namun, kerajaan ini juga mengalami keruntuhan dan bahkan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1669. Apa sebabnya?
Masa Kejayaan Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Gowa Tallo merupakan gabungan dari dua kerajaan yang berasal dari keturunan sama, yaitu Kerajaan Gowa. Pada awalnya, di wilayah Gowa terdapat sembilan komunitas yang dikenal dengan nama Bate Salapang atau Sembilan Bendera. Dengan berbagai cara, baik damai maupun paksa, komunitas-komunitas tersebut berhasil disatukan oleh raja-raja Gowa.
Pada tahun 1605, Kerajaan Gowa melakukan persekutuan dengan Kerajaan Tallo yang dipimpin oleh Karaeng Matoaya. Persekutuan ini dikenal dengan nama Gowa Tallo atau Makassar. Persekutuan ini bertujuan untuk memperkuat posisi kedua kerajaan dalam menghadapi ancaman dari luar.
Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin atau yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur. Sultan Hasanuddin adalah putra dari Karaeng Matoaya yang naik tahta pada tahun 1653. Di bawah kepemimpinannya, wilayah kerajaan ini meluas hingga mencakup Ruwu, Soppeng, Wajo, Bone, dan Nusa Tenggara Barat.
Selain itu, kerajaan ini juga berkembang sebagai pusat perdagangan di wilayah timur. Pelabuhan-pelabuhan dikelola dengan baik dan keamanannya terjamin. Banyak pedagang-pedagang dari dalam dan luar negeri yang singgah di sini, terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511. Kerajaan ini juga memajukan pendidikan Islam dan kebudayaan.
Faktor yang Menjadi Penyebab Runtuhnya Kerajaan Gowa Tallo
Kejayaan Kerajaan Gowa Tallo tidak berlangsung lama. Pada tahun 1666, kerajaan ini mengalami keruntuhan dan bahkan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1669. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab runtuhnya kerajaan ini, antara lain:
- Persaingan perdagangan dengan VOC. VOC atau Vereenigde Oostindische Compagnie adalah perusahaan dagang Belanda yang didirikan pada tahun 1602. VOC ingin merebut dan memonopoli perdagangan rempah-rempah dari Kepulauan Maluku yang sangat menguntungkan. Untuk itu, VOC berusaha menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di nusantara, termasuk Makassar.
- Perlawanan Sultan Hasanuddin terhadap VOC. Mengetahui niat VOC, Sultan Hasanuddin tidak tinggal diam. Ia melarang para pedagang untuk menjual rempah-rempah kepada VOC dan membentuk persekutuan dengan kerajaan-kerajaan lain yang anti-Belanda, seperti Banten, Mataram, Ternate, Tidore, dan Banjar.
- Perang Makassar. Perlawanan Sultan Hasanuddin memicu terjadinya perang antara Kerajaan Gowa Tallo dengan VOC dan sekutunya. Perang ini berlangsung dari tahun 1666 hingga 1669. Dalam perang ini, VOC dibantu oleh Arung Palakka dari Bone yang merupakan musuh bebuyutan Sultan Hasanuddin.
- Perjanjian Bongaya. Perang Makassar berakhir dengan kemenangan VOC dan sekutunya. Pada tanggal 18 November 1667, Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bongaya yang isinya sangat merugikan bagi Kerajaan Gowa Tallo. Beberapa isi perjanjian tersebut adalah:
- Sultan Hasanuddin harus melepaskan wilayah-wilayah yang dikuasainya kepada VOC dan sekutunya.
- Sultan Hasanuddin harus membayar ganti rugi perang kepada VOC sebesar 100 ribu real.
- Sultan Hasanuddin harus menyerahkan benteng-bentengnya kepada VOC.
- Sultan Hasanuddin harus mengizinkan VOC mendirikan kantor dagang di Makassar.
- Sultan Hasanuddin harus melarang masuknya pedagang-pedagang asing lainnya ke Makassar.
Perjanjian Bongaya sangat melemahkan kedudukan Kerajaan Gowa Tallo. Kerajaan ini kehilangan wilayahnya yang luas dan sumber pendapatannya dari perdagangan. Selain itu, kerajaan ini juga harus tunduk kepada VOC yang menjadi penguasa baru di nusantara.
Kesimpulan
Kerajaan Gowa Tallo adalah salah satu kerajaan Islam terbesar di Indonesia bagian timur yang mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-17. Namun, kerajaan ini juga mengalami keruntuhan dan bahkan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1669 karena persaingan perdagangan dengan VOC, perlawanan Sultan Hasanuddin terhadap VOC, perang Makassar, dan perjanjian Bongayaaka