Ijtihad: Pengertian, Syarat, dan Fungsinya dalam Islam

Ijtihad: Pengertian, Syarat, dan Fungsinya dalam Islam

Posted on

Ijtihad adalah salah satu sumber hukum Islam yang sangat penting dalam menafsirkan kembali ajaran Islam sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat. Ijtihad berasal dari kata bahasa Arab yang berarti mengeluarkan segenap upaya dan kemampuan untuk mendapatkan kesimpulan hukum Islam. Ijtihad dilakukan dengan bersandar pada sumber-sumber hukum utama, yaitu Al-Quran dan al-Hadits, serta disiplin keilmuan lainnya yang tidak menyalahi kedua sumber tersebut.

Pengertian ijtihad ini secara jelas dikemukakan oleh Muhammad Abduh, salah seorang tokoh pembaharuan dunia Islam masa modern. Beliau mengatakan bahwa ijtihad adalah dasar penting dalam menafsirkan kembali agama Islam agar tetap relevan dengan segala perubahan zaman. Beliau juga mengkritik sikap taqlid atau mengikuti pendapat ulama terdahulu tanpa menggunakan akal dan pengetahuan. Beliau berpendapat bahwa taqlid akan menyebabkan kemunduran dan stagnasi pemikiran Islam.

Fungsi ijtihad dalam Islam adalah untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang terus bermunculan yang hukumnya tidak terurai jelas dalam Al-Quran dan al-Hadits. Misalnya, hukum transaksi pinjaman di bank, hukum organ tubuh manusia, hukum donor darah, dan sebagainya. Dengan ijtihad, umat Islam dapat menemukan solusi-solusi yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam, seperti maqashid syariah, al-urf, maslahah mursalah, dan sebagainya.

Baca Juga:  Apa yang Membuat Pewarna Sintetis Digunakan sebagai Pewarna dalam Batik Jumputan?

Namun, tidak semua orang dapat melakukan ijtihad. Hanya ulama yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat menjadi mujtahid atau orang yang berijtihad. Syarat-syarat tersebut antara lain adalah:

  • Menguasai bahasa Arab dengan berbagai cabang keilmuannya, seperti nahwu, saraf, balagah, dan sebagainya.
  • Memiliki pengetahuan tentang Al-Quran secara mendalam, termasuk tafsir, asbabun nuzul, nasikh dan mansukh, dan sebagainya.
  • Mempunyai pengetahuan komprehensif tentang al-Hadits, termasuk ilmu jarh wa ta’dil, ilmu rijal, ilmu musthalah hadits, dan sebagainya.
  • Mengetahui ijmak atau kesepakatan ulama sebelumnya. Jangan sampai seorang mujtahid mengeluarkan suatu hukum yang bertentangan dengan ijmak sebelumnya.
  • Mengetahui ilmu usul fikih, mencakup kaidah ijtihad, metodenya, dan prinsip-prinsip dasar seperti maqashid syariah, al-urf (adat kebiasaan penduduk setempat), maslahah mursalah, dan sebagainya.
  • Mengetahui objek yang akan diijtihadi.

Ijtihad merupakan salah satu bukti bahwa Islam adalah agama yang dinamis dan fleksibel. Islam tidak kaku dan tidak tertinggal oleh zaman. Islam mampu memberikan solusi-solusi yang adil dan bijaksana bagi umatnya di setiap zaman dan tempat. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus menghormati dan menghargai para mujtahid yang telah berusaha keras untuk menggali hukum-hukum syariat dari sumber-sumbernya. Kita juga harus bersikap kritis dan rasional dalam menerima hasil ijtihad mereka, serta tidak mudah terpengaruh oleh pendapat-pendapat yang tidak berdasar atau bertentangan dengan ajaran Islam.

Pos Terkait:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *