Mengapa Jual Beli Tanah Tidak Dapat Dilakukan dengan Akta di Bawah Tangan?

Mengapa Jual Beli Tanah Tidak Dapat Dilakukan dengan Akta di Bawah Tangan?

Posted on

Jual beli tanah adalah salah satu transaksi yang sering terjadi di masyarakat. Namun, tidak semua transaksi jual beli tanah dilakukan dengan prosedur yang benar dan sah menurut hukum. Banyak orang yang melakukan jual beli tanah dengan akta di bawah tangan, yaitu perjanjian yang dibuat tanpa melibatkan pejabat umum yang berwenang, seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Akta di bawah tangan ini biasanya dibuat atas kesepakatan antara penjual dan pembeli, dan disaksikan oleh kepala desa atau camat jika berdasarkan hukum adat. Alasan-alasan yang mendasari praktik ini antara lain adalah biaya yang lebih murah, proses yang lebih mudah dan praktis, adanya tradisi atau hukum adat, kurangnya penyuluhan hukum, dan belum optimalnya pendaftaran tanah.

Namun, apakah jual beli tanah dengan akta di bawah tangan ini sah dan aman? Menurut analisis saya, jual beli tanah tidak dapat dilakukan dengan akta di bawah tangan karena alasan-alasan berikut:

1. Dasar Hukum Lemah

Menurut Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, peralihan hak atas tanah wajib dilakukan dengan akta otentik yang dibuat oleh PPAT. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang, dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, yaitu tidak dapat dibantah kebenarannya kecuali dengan pembuktian sebaliknya.

Baca Juga:  Bagaimana Agar Sistem Hukum di Indonesia Dapat Bekerja dengan Baik dalam Penegakan HAM

Sedangkan akta di bawah tangan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, karena dapat disangkal isi atau tanda tangannya. Akta di bawah tangan juga tidak menyebabkan beralihnya hak atas tanah dari penjual kepada pembeli, meskipun pembeli telah membayar lunas harganya. Akta di bawah tangan hanya dapat dijadikan sebagai alat bukti tambahan jika terjadi sengketa, tetapi tidak cukup untuk menjamin kepastian hukum.

2. Jual Beli Tidak Sah

Menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN), jual beli tanah dengan akta di bawah tangan tidak merupakan perbuatan hukum yang sah, karena tidak memenuhi syarat formil dan materiil. Syarat formil adalah syarat yang berkaitan dengan bentuk atau cara peralihan hak atas tanah, yaitu harus dilakukan dengan akta otentik di hadapan PPAT. Syarat materiil adalah syarat yang berkaitan dengan isi atau substansi peralihan hak atas tanah, yaitu harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Jika jual beli tanah dilakukan dengan akta di bawah tangan, maka syarat formil dan materiil tidak terpenuhi, sehingga jual beli tersebut tidak sah dan tidak berakibat hukum. Jika terjadi sengketa, maka jual beli tersebut dapat dibatalkan oleh pengadilan.

3. Tidak Memiliki Sertifikat

Sertifikat adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh BPN sebagai tanda bukti hak atas tanah dan pendaftaran tanah. Sertifikat juga merupakan alat bukti yang kuat dan sah untuk membuktikan kepemilikan tanah. Untuk mendapatkan sertifikat, pemilik tanah harus melakukan pendaftaran tanah dengan melampirkan dokumen yang sah, salah satunya adalah akta otentik dari PPAT.

Baca Juga:  Jelaskan Berbagai Perubahan atau Evolusi Konsep Pemasaran dari Era Produksi hingga Era Relasi Pelanggan

Jika jual beli tanah dilakukan dengan akta di bawah tangan, maka pembeli tidak dapat mendaftarkan tanah tersebut dan mendapatkan sertifikat. Tanpa sertifikat, pembeli tidak memiliki bukti yang kuat dan sah atas kepemilikan tanah tersebut. Pembeli juga tidak dapat mengetahui status hukum tanah tersebut, apakah bebas dari sengketa, hak tanggungan, atau hak-hak lainnya.

Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jual beli tanah tidak dapat dilakukan dengan akta di bawah tangan karena memiliki dasar hukum yang lemah, tidak sah, dan tidak memiliki sertifikat. Jual beli tanah dengan akta di bawah tangan sangat berisiko menimbulkan masalah hukum di kemudian hari, seperti sengketa, penipuan, atau pembatalan. Oleh karena itu, sebaiknya jual beli tanah dilakukan dengan prosedur yang benar dan sah menurut hukum, yaitu dengan akta otentik yang dibuat oleh PPAT.

Pos Terkait:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *