Bagaimana Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk Daerah yang Terdampak Covid-19?

Bagaimana Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk Daerah yang Terdampak Covid-19?

Posted on

Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Selain menimbulkan krisis kesehatan, pandemi ini juga menyebabkan kontraksi ekonomi yang berdampak pada menurunnya penerimaan negara, baik dari sektor pajak maupun nonpajak. Salah satu sumber penerimaan negara yang terpengaruh adalah pajak daerah dan retribusi daerah.

Pajak daerah dan retribusi daerah adalah jenis pajak dan retribusi yang dikelola oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pajak daerah adalah iuran wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Pajak daerah dan retribusi daerah memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan dan pelayanan publik di tingkat daerah. Selain itu, pajak daerah dan retribusi daerah juga berkontribusi dalam mendukung kebijakan fiskal nasional dan program strategis nasional, termasuk dalam rangka pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Namun, pandemi Covid-19 juga berdampak pada menurunnya potensi dan realisasi pajak daerah dan retribusi daerah. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

  • Pembatasan aktivitas ekonomi masyarakat yang mengurangi konsumsi, produksi, investasi, dan perdagangan.
  • Penurunan daya beli masyarakat akibat menurunnya pendapatan atau penghasilan.
  • Penundaan atau pengurangan kewajiban pembayaran pajak dan retribusi daerah oleh wajib pajak atau wajib retribusi sebagai dampak dari kebijakan insentif perpajakan nasional atau daerah.
  • Penurunan kualitas pelayanan publik akibat adanya pembatasan mobilitas dan interaksi sosial.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, realisasi pajak daerah pada tahun 2020 hanya mencapai Rp 104,9 triliun atau 76,8% dari target APBD sebesar Rp 136,6 triliun. Sementara itu, realisasi retribusi daerah pada tahun 2020 hanya mencapai Rp 28,6 triliun atau 69% dari target APBD sebesar Rp 41,5 triliun.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu bersinergi dalam mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan potensi dan realisasi pajak daerah dan retribusi daerah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

Memberikan Insentif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah memberikan insentif pajak daerah dan retribusi daerah bagi sektor-sektor yang terdampak pandemi Covid-19. Insentif ini dapat berupa penurunan tarif, pembebasan atau pengurangan sanksi administratif, penundaan atau perpanjangan waktu pembayaran, atau fasilitas lain yang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

Baca Juga:  Dasar Hukum Tata Cara Pembebasan Tanah Yaitu

Tujuan dari pemberian insentif ini adalah untuk meringankan beban wajib pajak atau wajib retribusi yang terkena dampak pandemi Covid-19, serta untuk mendorong kepatuhan dan kesadaran perpajakan di tingkat daerah. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kinerja ekonomi masyarakat dan usaha di tingkat lokal.

Beberapa contoh insentif pajak daerah dan retribusi daerah yang telah diberikan oleh beberapa pemerintah daerah adalah sebagai berikut:

  • Pemprov DKI Jakarta memberikan pembebasan pajak hotel dan restoran selama masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga akhir tahun 2020.
  • Pemprov Jawa Barat memberikan pembebasan pajak hotel selama masa PSBB hingga akhir tahun 2020, serta memberikan diskon 50% untuk pajak restoran selama bulan September hingga Desember 2020.
  • Pemprov Bali memberikan pembebasan pajak hotel selama masa darurat Covid-19 hingga akhir tahun 2020, serta memberikan diskon 50% untuk pajak restoran selama bulan Oktober hingga Desember 2020.
  • Pemkot Bandung memberikan pembebasan pajak hotel selama masa PSBB hingga akhir tahun 2020, serta memberikan diskon 25% untuk pajak restoran selama bulan Oktober hingga Desember 2020.

Menyesuaikan Tarif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Langkah lain yang dapat dilakukan adalah menyesuaikan tarif pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di tingkat lokal. Penyesuaian ini dapat berupa peningkatan atau penurunan tarif sesuai dengan potensi dan kemampuan wajib pajak atau wajib retribusi.

Tujuan dari penyesuaian tarif ini adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah, serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Baca Juga:  Sebutkan Tujuan Pendirian Bank Dunia

Beberapa contoh penyesuaian tarif pajak daerah dan retribusi daerah yang telah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah adalah sebagai berikut:

  • Pemprov DKI Jakarta menaikkan tarif pajak kendaraan bermotor dari 2% menjadi 2,5% mulai tahun 2021.
  • Pemprov Jawa Timur menaikkan tarif pajak kendaraan bermotor dari 2% menjadi 2,5% mulai tahun 2021.
  • Pemkot Surabaya menaikkan tarif pajak parkir dari Rp 2.000 menjadi Rp 3.000 per jam mulai tahun 2021.
  • Pemkot Bogor menurunkan tarif pajak air tanah dari 20% menjadi 10% mulai tahun 2021.

Mengevaluasi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah mengevaluasi peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Evaluasi ini bertujuan untuk menyesuaikan peraturan daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, serta dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat di tingkat lokal.

Evaluasi ini juga penting untuk menghindari tumpang tindih atau konflik antara peraturan daerah dengan peraturan nasional, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan fiskal nasional dan program strategis nasional. Selain itu, evaluasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk menghapus atau mengurangi jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang tidak efisien atau tidak efektif.

Beberapa contoh evaluasi peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang telah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah adalah sebagai berikut:

  • Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi Perda Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) untuk menyesuaikan dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta PP Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.
  • Pemprov Jawa Tengah mengevaluasi Perda Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pajak Rokok untuk menyesuaikan dengan UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, serta PP Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.
  • Pemkot Yogyakarta mengevaluasi Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum untuk menyesuaikan dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta PP Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.
  • Pemkot Makassar mengevaluasi Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir untuk menyesuaikan dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta PP Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.
Baca Juga:  Mengapa Kita Sebagai Peneliti dalam PTK, Harus Mampu Menganalisis dan Menginterpretasi Data Hasil PTK?

Mengawasi Pelaksanaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Langkah terakhir yang dapat dilakukan adalah mengawasi pelaksanaan pajak daerah dan retribusi daerah. Pengawasan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah dikelola dengan baik, transparan, akuntabel, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengawasan ini juga penting untuk mencegah atau menindaklanjuti adanya penyimpangan atau pelanggaran dalam pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, atau penggelapan. Selain itu, pengawasan ini juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan bimbingan atau pembinaan kepada pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah.

Beberapa contoh pengawasan pelaksanaan pajak daerah dan retribusi daerah yang telah dilakukan oleh beberapa pemerintah pusat atau lembaga negara adalah sebagai berikut:

  • Kementerian Dalam Negeri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan PP Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah di seluruh pemerintah daerah di Indonesia.
  • Kementerian Keuangan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan pajak daerah dan retribusi daerah di seluruh pemerintah daerah di Indonesia.
  • Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit terhadap pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah di beberapa pemerintah daerah di Indonesia.
  • Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penyelidikan atau penyidikan terhadap kasus-kasus korupsi yang melibatkan pajak daerah dan retribusi daerah di beberapa pemerintah daerah di Indonesia.
Pos Terkait:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *